BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Sebagai negara agraris Indonesia menempatkan pertanian sebagai sektor sentral yang didukung oleh tersebarnya sebagian besar penduduk Indonesia yang hidup sebagai petani dan tinggal di pedesaan. Dengan kondisi demikian maka diperlukan suatu upaya untuk membantu kelancaran pembangunan pertanian yaitu dengan adanya penyuluhan pertanian.
Wiriaatmadja (1977) mengartikan bahwa penyuluhan merupakan suatu sistem pendidikan (belajar-mengajar), yang dalam prakteknya mempergunakan cara-cara seperti peniruan, pembujukan dan propaganda. Cara perintah sedikit sekali dilakukan sementara paksaan malahan dihindarinya. Kadang-kadang keadaan masyarakat memerlukan tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan makna penyuluhan secara teoritis. Hal demikian terpaksa diterima asal saja untuk kepentingan seluruh masyarakat, tidak lama kelangsungannya dan tidak bersifat menambah kesukaran atau penderitaan dari yang sudah ada.
Pembangunan pertanian adalah merupakan bagian integral pembangunan nasional dalam pengoperasiannya untuk mewujudkan peningkatan dan peran sektor pertanian dalam mensejahterakan masyarakat melalui peningkatan pendapatan, perluasan lapangan kerja, mempertahankan swasembada pangan serta penganekaragaman hasil-hasil pertanian.
Peranan sektor pertanian yang bermakna sentral bagi perekonomian nasional tersebut, terbukti dalam perjalanan pembangunan nasional telah dapat memberikan hasil yang optimal bagi bangsa kita. Oleh karena itu kita berupaya untuk meningkatkan kemampuan petani-petani agar mereka mampu memproduksi hasil-hasil pertanian yang sesuai dengan kebutuhan konsumen.
Keberhasilan pembangunan pertanian tidak terlepas dari faktor sumberdaya manusia pertaniannya itu sendiri sebagai pelaku pembangunan pertanian dan kelembagaan yang merupakan tempat kegiatan pembangunan pertanian yang menghubungkan antara penyuluh pertanian dengan anggota kelompok tani maupun sebagai media di dalam mempercepat penyampaian teknologi dan informasi pertanian.
Pentingnya metode penyuluhan dalam menunjang keberhasilan penyuluhan pertanian menjadi hal yang perlu untuk diketahui secara komprehensif melalui pengalaman secara langsung di lapangan sebagai perbandingan empiris dari teori yang telah didapatkan di bangku perkuliahan mengenai kegiatan penyuluhan.
Menurut Margono Slamet (2010), arti dan peranan penyuluhan pertanian dan kehutanan bagi daerah :
- Melihat tingkat kemajuan negara kita jangan hanya dengan mem-bandingkan dengan keadaan negara kita pada tahun-tahun yang lalu, tetapi bandingkan dengan negara lain pada tahun yang sama.
- Indeks Perkembangan Manusia (HDI) 112/170
- Pendapatan per kapita US$ 500 ~ 600
- IPM Indonesia harus ditingkatkan melalui berbagai upaya: pendidikan, kesehatan, gizi, pekerjaan, dll
- Penyuluhan Pertanian (termasuk Kehutanan) tidak sekedar untuk meningkatkan produksi pertanian, tetapi lebih untuk mengembang-kan manusia Indonesia, khususnya petani.
- Petani berhak mendapatkan pendidikan untuk mengembangkan dirinya melalui penyuluhan pertanian dan kehutanan (mereka sudah berada di luar sistem pendidikan formal).
- Dalam kondisi yang ada sekarang para petani kelihatan kurang berdaya dalam menghadapi kehidupannya agar dapat meningkat-kan harkat dan kesejahteraannya.
Persepsi tentang Penyuluhan Pertanian selama ini juga sangat beragam :
1. Penyuluhan Pertanian sebagai komponen “proyek” lain : produksi, irigasi, penghijauan, dll.
2. Penyuluhan Pertanian sebagai “alat” sosialisasi kebijakan pemerintah.
3. Penyuluhan Pertanian sebagai moda desiminasi teknologi.
4. Penyuluhan Pertanian sebagai metoda “tanam paksa” gaya baru.
5. Penyuluhan Pertanian sebagai cara “pemaksaan halus”.
6. Penyuluhan Pertanian sebagai cara promosi hasil industri tertentu.
7. Penyuluhan Pertanian sebagai penerangan dan pengumuman.
8. Penyuluhan Pertanian sebagau Penyaluran dan pengumpul kredit pertanian.
9. Dan lain sebagainya.
Semua di atas merupakan “penyalah gunaan” istilah. Istilah yang demikian bagus penggunaannya telah menjadi salah kaprah, sampai-sampai tujuan yang sebenarnya dari PP jarang diketahui orang. Definisi formal Penyuluhan Pertanian berkembang dari waktu ke waktu mengiringi perkembangan ilmu pengetahuan dan perkembangan masyarakat.
Definisi yang dalam dua dasawarsa ini digunakan di Indonesia ialah: “suatu sistem pendidikan non-formal yang ditujukan kepada petani dan keluarganya dan yang bertujuan meningkat-kan harkat dan kesejahteraan hidup mereka”.
Definisi itu menurut pengamatan sampai saat ini belum pernah sempat dilaksanakan dengan benar, dan karenanya belum dapat mencapai hasil seperti diharapkan. Pada saat ini definisi itu berkembang menjadi: “suatu sistem pemberdayaan terhadap para petani dan keluarganya melalui proses pembelajaran yang berkelanjutan, agar mereka dapat melaksanakan fungsinya sebagai petani dengan baik dan meningkatkan harkat hidupnya serta meningkatkan kesejahteraan hidupnya”.
Prinsip-prinsip belajar mengajar dalam penyuluhan bidang pertanian diantaranya (Hamalik, 1990):
- Receptive theory of learning (appersi): hal-hal yang telah dipelajari, dikuasai oleh peserta tentang pelajaran yang lalu berkenaan dengan studi pertanian.
- Achievement notive (motivasi): bagaimana menggerakan, mengarahkan, mendorong kegiatan belajar peserta dalam studi pertanian.
- Active learning (aktivitet): kegiatan-kegiatan belajar apa yang perlu dilakukan oleh peserta dalam suatau proses belajar mengajar/mempelajari bidang pertanian.
- Individualizing of learning (individualitet): bagaimana siswa yang berbeda-beda jasmani, intelektual, sosial, personal, emosional dalam mempelajari bidang pertanian.
- Group work of learning ( kerjasama): bagaimana cara menciptakan suasana/ kegiatan kerjasama dalam kelas (diskusi, kerja kelompok dan lain-lain) dalam mempelajari bidang pertanian.
- Community oriented (lingkungan): bagaimana menyesuaikan palajaran dengan lingkungan alam sekitar: fisik, sosial, sumber-sumber dan lain-lain; dalam mempelajari bidang pertanian.
- Audio visual aid (alat-alat peraga): bagaimana menjadikan pelajaran konkret, menarik, bervariasi, efisien, dan efektif. Alat peraga yang digunakan dalam mempelajari bidang pertanian.
- Behavior modification (latihan): bagaimana cara memberikan ulangan dan latihan pengetahuan, ketrampilan agar terjadi pemantapan atas bahan yang telah disampaikan tentang pertanian.
- Integrated learning/unit teaching (korelasi dan integrasi): bagaimana cara menghubungkan dan memadukan materi pelajaran bidang pertanian agar mudah dipahami.
Seseorang belajar pada dasarnya dengan melalui panca indera. Dari adanya proses belajar mengajar selanjutnya timbul proses penerapan atau penerimaan. Terjadinya proses penarapan atau penarimaan senantiasa selalu melalui tahapan tertentu, dari mulai (Samsudin, 1977):
- Tahap kesadaran; dalam hal ini seseorang berada dalam keadaan sekedar mengetahui, belum memahami secara mendalam apa yang termakna dalam hal yang baru diketahuinya.
- Tahap minat; pada tahap ini seseorang sudah mulai aktif mencari keterangan-keterangan yang lebih banyak, dihubungkannya ide atau praktek baru itu dengan keadaan yang sudah terjadi dan pernah dialaminya, serta perhitungan untung rugi sudah melintas dalam pikirannya.
- Tahap menilai; dari adanya pengetahuan dan beberapa keterangan yang jelas, akhirnya dihubungkan dengan tingkat kemampuan yang ada pada dirinya, bagaimana kemungkinan hasilnya dan bagaimana yang sudah dilakukan orang lain.
- Tahap mencoba; apabila dirasakan ide atau praktek baru tersebut mampu untuk dilaksanakan kemudian diadakan kegiatan mencoba-coba secara kecil-kecilan.
- Tahap penerapan; disini seseorang sudah menerapkan sepenuhnya apa yang pernah diterimanya sebagai anjuran.
Menurut Laird (Ibrahim, Sudiyono dan Harpowo, 2003) sebelum menentukan metode penyuluhan yang terbaik, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan:
1. Tidak ada satu metode penyuluhan yang dianggap paling baik dibanding metode penyuluhan yang lainnya. Penyuluh harus mencari metode terbaik sesuai situasi yang ada.
2. Pada umumnya penyuluh menggunakan beberapa metode penyuluhan dalam mensukseskan program penyuluhan. Pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa semakin banyak metode, maka semakin cepat petani sasaran memahaminya.
3. Pada umumnya dalam pelaksanaan penyuluhan dikombinasikan metode satu dengan metode lainnya.
4. Materi visual atau tertulis sedapat mungkin digunakan dalam pelaksanaan penyuluhan pertanian.
Metode-metode penyuluhan pertanian yang dilaksanakan oleh penyuluh dapat dikelompokan menjadi tiga bagian yaitu (Samsudin, 1977):
1. Penyuluhan secara kelompok, diantaranya:
1). Demonstrasi 2). Karyawisata 3). Acara diskusi 4). Pertemuan-pertemuan pertanian 5). Kursus pertanian 6). Film, slide dan strip 7). Perlombaan kelompok 8). Pemberian penghargaan secara kelompok 9). Pertunjukan-pertunjukan 10). Kegiatan lain: pada saat pengajian dan pertemuan PKK
2. Penyuluhan secara massal, diantaranya:
1). Tulisan dalam surat kabar, majalah, brosur, leaflet, folder, poster, dan plakat. 2). Pameran 3). Siaran melalui radio 4). Siaran melalui televisi 5). Gambar-gambar atau pola-pola yang dapat diperbesar
3. Metode perorangan, diantaranya:
1). Kunjungan rumah (anjang sana) 2). Surat menyurat 3). Pemberian penghargaan perlombaan secara perorangan.
Pentingnya metode penyuluhan dalam menunjang keberhasilan penyuluhan pertanian menjadi hal yang perlu untuk diketahui secara komprehensif melalui pengalaman secara langsung di lapangan sebagai perbandingan empiris dari teori yang telah didapatkan di bangku perkuliahan mengenai kegiatan penyuluhan.
Dijelaskan pula bahwa tujuan programa penyuluhan pertanian adalah untuk merubah pengetahuan, sikap dan ketrampilan sehingga petani merupakan sasaran pokok; dan diharapkan petani ikut mengkritisi. Programa penyuluhan juga agar sesuai dengan program Departeman Pertanian yaitu ketahanan pangan dan agribisnis. Ketahanan pangan adalah program supaya pangan tidak menjadi kendala sedangkan agribisnis adalah program untuk meningkatkan income bagi petani.
2. Tugas Penyuluh Pertanian
- Menyusun dan melaksanakan rencana kerja tahunan berdasarkan programa penyuluhan;
- Melaksanakan pembinaan wilayah kerja penyuluhan secara administrasi, teknis dan kelembagaan;
- Melakukan pengujian dan penerapan teknologi melalui demplot, demfarm dan uji terap lainnya di wilayah kerja penyuluhannya.
- Membuat rekomendasi tenologi sesuai hasil penelitian/pengujian
- Memfasilitasi kerja sama pelaku utama dengan pihak swasta/dunia usaha, LSM/NGO, lembaga keuangan lainnya.
- Membuat laporan secara berkala dan insidentil terhadap semua permasalahan dan kendala yg dihadapi di wilayah binaan masing-masing.
3. Tujuan
Adapun tujuan membuat rencana kerja penyuluh pertanian lapangan antara lain sebagai berikut :
a. Wahana untuk mempersatukan keinginan dalam menjalankan kegiatan pertanian antara penyuluh dengan petani.
b. Panduan atau acuan dalam pelaksanaan tugas di lapangan.
c. Bahan untuk evaluasi sejauh mana kegiatan penyuluh pertanian telah barjalan dan sekaligus mengetahui apa saja yang menjadi kendala dalam mencapai tujuan.
d. Sebagai bahan pertimbangan bagi penentu kebijakan Pemerintah Daerah dalam menyusun program pembangunan.
e. Merehabilitasi kemampuan berusaha tani yang meliputi produksi, pengolahan dan pemasaran hasil.
f. Merehabilitasi layanan pertanian yang esensial, baik berupa asset fisik maupun sumberdaya manusia.
4. Sasaran
Adapun yang menjadi sasaran dalam pembuatan program ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk meningkatkan perilaku, sikap dan ketrampilan para petani yang telah tergabung dalam suatu wadah kelompok tani, sehingga mampu mengelola usahataninya dengan baik.
b. Dengan meningkatnya sumberdaya manusia pertanian diharapkan mampu meningkatkan produksi usahatani dan dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga.
c. Pendekatan yang humanistik dengan menjadikan petani menjadi subyek yang berpotensi untuk mandiri (People Centered Development).
d. Pengembangan keberdayaan petani dengan mengusahakan agar petani mampu meningkatkan kesejahteraan dirinya sendiri.
e. Petani tidak tersubordinasi oleh fihak manapun dan oleh kepentingan fihak lain yang manapun
BAB II
KEADAAN UMUM WILAYAH
I. Biofisika
1. Deskripsi Wilayah
Wilayah kerja kunjungan dan supervisi Penyuluhan Pertanian adalah 9 Kecamatan yang ada di Kabupaten Aceh Barat Daya, yaitu Kecamatan Kuala Batee, Kecamatan Jeumpa, Kecamatan Susoh, Kecamatan Blangpidie, Kecamatan Setia, Kecamatan Tangan-tangan, Kecamatan Manggeng dan Kecamatan Lembah Sabil.
Kabupaten Aceh Barat Daya yang terbentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 4 tahun 2002, memiliki luas 2.334. km² yang membentang antara 3º 05' - 3º 80' Lintang Utara dan 96º 13' 02'' - 97º 23' 03'' Bujur Timur dengan batas sebagai berikut :
- Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Aceh Selatan
- Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Nagan Raya
- Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Gayo Luwes
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia
Secara administratif, pemerintah Kabupaten Aceh Barat Daya terdiri dari 9 (sembilan) Kecamatan, 20 (dua puluh) Kemukiman, 1 (satu) Kelurahan dan 131 (seratus tiga puluh satu) desa.
Kondisi iklim Kabupaten Aceh Barat Daya termasuk kawasan beriklim trofis basah dengan temperatur rata-rata 22º - 34º degnan rata-rata curah hujan 2000 – 3500 mm pertahun.
Wilayah ini hanya terdapat dua musim yaitu :
- Musim hujan yang jatuh pada bulan Agustus – Maret
- Musim kemarau antara bulan April – Juli.
Topografi Kabupaten Aceh Barat Daya adalah pegunungan dan perbukitan ± 75 % dan dataran datar sampai bergelombang ± 25 % dengan ketinggian 0 – 1000 meter diatas permukaan laut.
2. Karakteristik Tanah dan Air
Data keasaman tanah (pH) di wilayah Kecamatan Kuala Batee, Kecamatan Jeumpa dan Kecamatan Manggeng belum tersedia data yang konkrit, sebagai dugaan dengan merujuk kepada keadaan vegetasi yang dominan di ketiga Kecamatan tersebut sebagai berikut : pH 4,2 s/d 7,5, kemiringan 8,17 dan kedalaman gambut 1,5.
3. Curah Hujan Rata-rata
Curah hujan sangan berpengaruh dan berguna untuk menetapkan keputusan pola tanam dan pemilihan komoditi dan varietas serta mengetahui keadaan air sepanjang tahun.
4. Luas Pemilikan Lahan
Adapun luas pemilikan lahan di Kecamatan Kuala Batee, Kecamatan Jeumpa dan Kecamatan Manggeng sebagai berikut :
5. Sumber Daya Manusia
Dalam rangka pembangunan pertanian, selain sumber daya alam sebagai modal utama, sumber daya manusia merupakan faktor pendukung dalam upaya mempercepat proses peningkatan kualitas dan kuantitas produksi. Untuk mengorganisasi sumber daya manusia agar lebih berhasil guna perlu dibentuk dalam wadah kelompok tani.
Sumber daya manusia sangat mempengaruhi dalam kegiatan pertanian. Dalam hal ini sumber daya manusia sebagai pelaku. Pembangunan sangat tergantung pada aspek jumlah sumber daya manusia dan mutu sumber daya manusianya. Penduduk Kabupaten Aceh Barat Daya sampai dengan tahun 2003 berjumlah 17.901 jiwa dengan tingkat kepadatan 47 jiwa/km². Jumlah penduduk tersebut berakumulasi dalam 25.645 rumah tinggal, tingkat pertumbuhan rata-rata penduduk sebesar 1,05% / tahun.
Mata pencaharian penduduk Kabupaten Aceh Barat Daya umumnya adalah petani yang mencapai 80%, selebihnya adalah nelayan, pedagang , pegawai negeri, buruh dan lain-lain.
6. Potensi Sektor Pertanian
Kabupaten Aceh Barat Daya yang dikenal dengan sebutan “Bumi Sigupai” padi (varietas lokal yang beraroma wangi pandan) memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar terutama di sektor pertanian. Jika dapat dikelola secara baik dan optimal dapa secara langsung meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan sebagai sumber pendapatan asli daerah (PAD). Potensi tersebut antara lain adalah sektor pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan dan kehutanan.
Potensi sektor pertanian yang menonjol adalah tanaman pangan dan hortikultura. Tanaman pangan utama adalah padi dan palawija yang didukung oleh 16.450 ha lahan sawah dan 88,73 Ha lahan tegalan / kering. Dari 16.450 Ha lahan sawah 26,11 % beririgasi teknis dan 14,51 % beririgasi semi teknis, selebihnya 45,44 % beririgasi sederhana / desa dan 13,92 merupakan sawah tadah hujan.
7. Karakteristik Kelompok Tani
Jumlah kelompok tani yang sudah terbentuk di Kecamatan Kuala Batee, Kecamatan Jeumpa dan Kecamatan Manggeng terdapat 110 kelompok tani. Dalam rangka menuju pertanian yang teguh dan mandiri, maka perlu mendapat perhatian dalam hal kelas kelompok tani dan pembinaan yang memadai untuk meningkatkan sumber daya kelompok tani.
BAB III
MASALAH DAN PEMECAHANNYA
1. Masalah
Masalah yang dimaksud disini adalah kesenjangan antara keadaan dengan tujuan yang ingin dicapai. Masalahnya yang terjadi di lapangan secara umum dapat ditinjau dari aspek ekonomi, teknis dan sosial.
Dalam hal ini ada beberapa masalah yang dihadapi para petani dalam mengelola usahataninya sebagai berikut :
a. Masih kurangnya kemampuan PPL dalam melakukan transfer teknologi ke petani
b. Masih kurangnya kemapuan PPL dalam menguasai teknik-teknik pertanian organik dan aplikasinya.
c. Masalah lemahnya permodalan para petani dalam berusahatani.
d. Masih kurangnya kesadaran petani dalam hal pola tanam serentak khusus tanaman padi, sehingga tanaman sering diserang hama.
e. Kerjasama di tingkat anggota tani dalam kelompok masih kurang.
f. Masih kurang yakinnya petani dalam keberhasilan program go organik, sehingga mereka enggan melaksanakan pertanian organik.
g. Masih kurang kesadaran petani dalam mencari informasi baru.
2. Pemecahannya
Untuk keberhasilan program kerja penyuluhan pertanian di wilayah Kecamatan Kuala Batee, Kecamatan Jeumpa dan Kecamatan Manggeng , maka diperlukan upaya-upaya pemecahan masalah yang timbul dalam satu tahun anggaran secara berkesinambungan. Upaya-upaya pemecahan masalah yang akan dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Perlu ditingkatkan kemampuan PPL dengan memperbanyak pelatihan-pelatihan.
b. Untuk membantu permodalan para petani diupayakan melalui dana Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) dan Program-program lain yang bisa diusahakan serta perlu juga ada tabungan kelompok tani.
c. Adanya kesepakatan dalam hal penanaman serentak yang disepakati oleh keujreun blang dan ditindaklanjuti di tingkat Kecamatan oleh Muspika agar tercapai penanaman serentak.
d. Melakukan kunjungan dan memberikan bimbingan kepada anggota tani yang bernaung di wadah kelompok tani.
e. Memberikan Pelatihan-pelatihan kepada petani tentang pola Sistem of Rice Intentification (SRI) / Acong organic serta mempraktekkannya langsung sehingga para petani yakin dan mau melaksanakannya di masa-masa mendatang.
f. Memberikan dorongan kepada kelompok tani agar mau mencari informasi baru melalui penyuluhan secara terus menerus.
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Penyusunan Rencana Kerja Penyuluhan Pertanian wilayah Kecamatan Kuala Batee, Kecamatan Jeumpa dan Kecamatan Manggeng pada tahun 2010 dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
a. Rencana kerja penyuluhan pertanian ini merupakan pedoman dan petunjuk arah dalam penyelenggaraan tugas-tugas penyuluh di lapangan.
b. Rencana kerja ini sebagai pedoman dalam penyelenggaraan penyuluhan pertanian dan juga sebagai tolak ukur sejauh mana kegiatan penyuluh pertanian telah berjalan dan permasalahan apa saja yang dihadapi selama satu tahun anggaran dan mengevaluasi tahun yang akan datang.
2. Saran
a. Program kerja ini telah disusun dengan segala kemampuan yang ada. Namun masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu diharapkan dari instansi terkait agar dapat mendukung demi terwujudnya rencana kerja yang lebih sempurna.
b. Pelaksanaan penyuluhan pertanian sebaiknya tidak hanya bertumpu pada masalah dan kebijakan pemerintah saja, tetapi juga berdasarkan masalah-masalah yang ada di lapangan.
c. Pelatihan bagi PPL sebaiknya dilaksanakan secara kontinyu untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan kerja.
Monday, July 12, 2010
PENANGANAN PASCA PANEN CABE HIBRIDA Capsicum Annum L
I. Pendahuluan
Tanaman cabe yang ditanam petani pada mulanya berkembang secara alami. Setelah itu, para pemulia tanaman mengembangkan dan memperbaikinya, baik melalui seleksi negatif maupun seleksi positif, dengan proses pembentukan karakteristik cabe. Untuk memenuhi permintaan cabe, baik kualitas maupun kuantitasnya, para ahli telah menciptakan cabe dengan keunggulan-keunggulan tertentu yang menguntungkan para petani sebagai produsen dan para konsumen. Cabe baru yang tercipta tersebut umumnya mampu berproduksi lebih tinggi dibandingkan dengan cabe biasa dan umurnya genjah (cepat dipanen). Jenis cabe seperti ini, baik cabe merah besar, cabe keriting, maupun cabe rawit, biasa disebut cabe hibrida.
Cabe hibrida dihasilkan melalui persilangan dua induk cabe yang merupakan galur murni dan memiliki sifat-sifat unggul. Hasil persilangan tersebut menurunkan efek heterosis dan memiliki sifat-sifat yang lebih unggul dibandingkan dengan kedua induknya.
II. Materi
Panen merupakan kegiatan akhir dari proses produksi di lapangan dan faktor penentu proses selanjutnya. Pemanenan dan penanganan pasca panen perlu dicermati untuk dapat mempertahankan mutu sehingga dapat memenuhi spesifikasi yang diminta konsumen. Penanganan yang kurang hati-hati akan berpengaruh terhadap mutu dan penampilan produk yang berdampak kepada pemasaran.
Pemanenan buah cabe di Indonesia umumnya dilakukan dengan tangan. Panen awal dan lamanya waktu panen tanaman cabe tergantung kepada jenis dan varietasnya, varietas berumur genjah, sedang atau dalam. Umumnya, varietas yang sama yang ditanam di dataran rendah dan dataran tinggi menunjukkan panen awal yang berbeda. Tanaman cabe yang ditanam di dataran rendah lebih cepat dipanen dibandingkan dengan tanaman cabe yang ditanam di dataran tinggi.
Frekuensi panen sangat tergantung kepada situasi lapangan. Namun secara umum pemanenan dilakukan 3 – 4 hari sekiali atau paling lambat seminggu sekali. Masa panen tergantung pada varietas cabe yang ditanam. Secara normal, frekuensi panen dapat dilakukan 12 – 20 kali sampai tanaman berumur 6 - 7 bulan. Selain varietas, masa panen cabe juga sangat tergantung kepada keadaan pertanaman dan perlakuan yang diberikan terhadap tanaman. Masa panen cabe rawit lebih lama dibandingkan dengan varietas cabe lainnya, tetapi tidak lebih dari 7 bulan.
Dalam praktek keseharian, para petani cabe tidak pernah melakukan penanganan pasca panen yang benar seperti sortasi dan grading. Kegiatan ini biasanya lebih banyak dilakukan oleh para pedagang di tingkat pengumpul.
Dalam pelaksanaan panen cabe hibrida, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai berikut :
1. Panen dilakukan pagi hari setelah ada sinar matahari.
2. Cara pemanenan buah cabe dilakukan dengan mengikutsertakan batang buahnya dan dijaga supaya tidak merusak ranting dan percabangan tanaman cabe.
3. Buah yang dipanen adalah yang benar-benar tua, tandanya buah berwarna merah, hijau kemerahan atau hitam kemerahan.
4. Saat panen langsung dilakukan sortasi, buah yang rusak atau kena hama langsung dipisahkan.
5. Kematangan cabe disesuaikan dengan permintaan, lama penyimpanan dan lamanya transportasi ke pasar.
6. Setelah dipanen, lakukan sortir awal. Buah cabe yang terkena penyakit, terutama cendawan dikubur dalam lubang atau dibakar supaya tidak menular ke buah dan tanaman lainnya.
Penanganan pasca panen cabe dikatakan hampir belum sepenuhnya dilaksanakan para petani karena terbatasnya pengetahuan dan fasilitas. Selain itu, kejelasan spesifikasi produk yang diinginkan konsumen tidak diketahui secara jelas oleh petani. Spesifikasi produk hanya diketahui oleh pedagang pengumpul. Keadaan ini menyebabkan daya tawar petani lebih rendah daripada daya tawar pedagang pengumpul.
Tidak semua buah cabe yang dipanen bisa dijual karena rusak. Kerusakan atau kehilangan hasil pasca panen tanaman cabe bisa disebabkan hama penyakit, kerusakan seara mekanis dan kerusakan fisik.
Kerusakan yang disebabkan hama penyakit merupakan bawaan dari lapangan. Hama penting yang sering merusak buah cabe di Indonesia di antaranya lalat buah (Bactrocera dorsalis Hend) dan ulat buah prodenia (Spodoptera Litura F). Sementara itu, penyakit yang sering menyerang buah cabe adalah antraknosa, Collectrchum nigrum, dan Phythopthora capsici.
Kerusakan secara mekanis, fisiologis dan fisik lebih sering disebabkan oleh pengelola yang kurang cermat dan hati-hati dalam penanganan pasca panen. Kerusakan mekanis paling dominan terjadi pada saat pemetikan, pengangkutan dari lapangan dan pengangkutan ke pasar, penanganan saat bongkar muat, serta tidak ada packaging atau wadah yang baik dalam pengangkutan dan cenderung menggunakan karung untuk mengangkutnya.
Kerusakan fisiologis terutama terjadi dalam cabe itu sendiri. Setelah pemetikan buah cabe akan cepat layu menuju ke arah senesence yaitu meningkatnya temperatur lingkungan akan memicu laju respirasi sebesar 2 – 3 kali, sehingga proses pembusukan terjadi lebih cepat.
Kerusakan fisik disebabkan adanya tekanan lingkungan, sengatan matahari, kelembaban tinggi dan temperatur tinggi. Keadaan seperti ini menyebabkan buah cabe akan lebih cepat membusuk.
Dalam penanganan pasca panen, ada beberapa hal yang harus dilakukan :
a. Sortasi dan Grading
Konsumen terutama pasar swalayan, restoran dan hotel lebih mengutamakan spesifikasi produk yang mereka inginkan dan untuk ini mereka berani membayar lebih besar jika dibandingkan dengan pasar tradisional (wet market). Penampilan produk yang seragam, baik ukuran panjang, diameter, bentuk, permukaan, warna, maupun kekerasan buah, akan memberikan penilaian yang lebih baik. Untuk itu diperlukan sortasi dan grading terhadap buah cabe yang diinginkan konsumen, baik rumah tangga, kelompok konsumen swalayan, restoran, hotel, industri pangan olahan tradisional maupun skala industri. Umumnya, sortasi dan grading dilakukan oleh pedagang pengumpul.
Sortasi terhadap warna menjadi hal yang sangat penting bagi konsumen. Karenanya harus ada upaya untuk menstabilkan warna cabe sebelum dikeringkan. Petani di Indonesia akan menghamparkan buah cabe yang sudah dipetik di tempat teduh, dengan tujuan untuk mencegah pembusukan sebelum dijual ke pasar. Tindakan seperti ini disebut curing yaitu mengondisikan buah cabe untuk dapat menyesuaikan dengan keinginan dari pasar.
b. Penyimpanan
Di Indonesia, cabe umumnya lebih banyak diperdagangkan dalam bentuk segar. Karena itu, para produsen dan pengelola komoditas cabe berupaya supaya cabe tetap kelihatan segar. Untuk itu diperlukan tindakan yang benar pada saat handling, pengemasan dan penyimpanan agar mutu tetap stabil dan bisa diterima konsumen dengan harga yang tinggi.
Setelah pemetikan, proses fisiologi tetap berjalan, tergantung pada situasi luar, seperti temperatur dan kelembaban. Proses fisiologi tetap dipertahankan tetapi lajunya harus dikurangi. Caranya dengan menekan tingkat respirasi, yaitu mengatur temperatur dan kelembaban udara di sekelilingnya dengan menempatkan produk dalam ruangan yang sistem udaranya terkendali. Selain laju respirasi, harus juga ditekan laju transpirasi yaitu proses penguapan dari buah cabe dengan cara meningkatkan kelembaban udara dan menurunkan temperatur, atau dengan menempatkan buah cabe dalam kemasan tertentu untuk mengurangi gerakan udara di sekeliling cabe.
c. Pengemasan
Pengemasan bertujuan untuk melindungi mutu produk cabe dari kerusakan mekanis, fisik dan fisiologi pada saat handling, pengangkutan dan bongkar muat. Kemasan yang ideal harus kuat, memiliki daya lindung yang tinggi terhadap kerusakan, mudah di-handle, aman dan ekonomis. Wadah kemasan dapat dibuat secara tradisional berupa keranjang bambu atau rotan, karung plastik polietilen dan kardus berventilasi. Para petani dan pedagang cabe untuk pasar tradisional biasanya mengemas cabe dengan karung plastik berlubang-lubang. Sementara itu, pasar swalayan menghendaki kemasan dalam kardus.
d. Pengangkutan
Transportasi memiliki peranan penting untuk memindahkan cabe dari lapangan ke tempat pengolahan (sertasi dan grading), kemudian ke pasar dan gudang. Selama proses pengangkutan perlu dicermati penanganannya.
Pengangkutan dengan truk konvensional seperti kendaraan bak terbuka berbeda dengan sistem non konvensional seperti kontainer dengan sistem udara terkendali. Pengangkutan dengan sistem non konvensional cabe relatif lebih aman dari kerusakan fisik, fisiologis maupun mekanis. Namun, pengangkutan dengan kontainer baru digunakan oleh perusahaan besar yang mendapat kontrak dengan pasar swalayan. Sementara itu, untuk pasar tradisional, buah cabe lebih sering diangkut dengan mobil bak terbuka.
e. Pemasaran
Pemasaran produk pertanian khususnya cabe masih belum memiliki kepastian, terutama harga. Saat ini, harga produk pertanian masih dipengaruhi oleh banyaknya suplai di pasar, musim dan event-event tertentu seperti hari raya keagamaan.
Jika suplai cabe di pasar terlalu banyak, harganya akan turun. Jika suplai sedikit harganya akan meningkat dari harga rata-rata. Faktor yang paling mempengaruhi harga cabe di pasaran adalah pengaruh musim.
Tanaman cabe yang ditanam petani pada mulanya berkembang secara alami. Setelah itu, para pemulia tanaman mengembangkan dan memperbaikinya, baik melalui seleksi negatif maupun seleksi positif, dengan proses pembentukan karakteristik cabe. Untuk memenuhi permintaan cabe, baik kualitas maupun kuantitasnya, para ahli telah menciptakan cabe dengan keunggulan-keunggulan tertentu yang menguntungkan para petani sebagai produsen dan para konsumen. Cabe baru yang tercipta tersebut umumnya mampu berproduksi lebih tinggi dibandingkan dengan cabe biasa dan umurnya genjah (cepat dipanen). Jenis cabe seperti ini, baik cabe merah besar, cabe keriting, maupun cabe rawit, biasa disebut cabe hibrida.
Cabe hibrida dihasilkan melalui persilangan dua induk cabe yang merupakan galur murni dan memiliki sifat-sifat unggul. Hasil persilangan tersebut menurunkan efek heterosis dan memiliki sifat-sifat yang lebih unggul dibandingkan dengan kedua induknya.
II. Materi
Panen merupakan kegiatan akhir dari proses produksi di lapangan dan faktor penentu proses selanjutnya. Pemanenan dan penanganan pasca panen perlu dicermati untuk dapat mempertahankan mutu sehingga dapat memenuhi spesifikasi yang diminta konsumen. Penanganan yang kurang hati-hati akan berpengaruh terhadap mutu dan penampilan produk yang berdampak kepada pemasaran.
Pemanenan buah cabe di Indonesia umumnya dilakukan dengan tangan. Panen awal dan lamanya waktu panen tanaman cabe tergantung kepada jenis dan varietasnya, varietas berumur genjah, sedang atau dalam. Umumnya, varietas yang sama yang ditanam di dataran rendah dan dataran tinggi menunjukkan panen awal yang berbeda. Tanaman cabe yang ditanam di dataran rendah lebih cepat dipanen dibandingkan dengan tanaman cabe yang ditanam di dataran tinggi.
Frekuensi panen sangat tergantung kepada situasi lapangan. Namun secara umum pemanenan dilakukan 3 – 4 hari sekiali atau paling lambat seminggu sekali. Masa panen tergantung pada varietas cabe yang ditanam. Secara normal, frekuensi panen dapat dilakukan 12 – 20 kali sampai tanaman berumur 6 - 7 bulan. Selain varietas, masa panen cabe juga sangat tergantung kepada keadaan pertanaman dan perlakuan yang diberikan terhadap tanaman. Masa panen cabe rawit lebih lama dibandingkan dengan varietas cabe lainnya, tetapi tidak lebih dari 7 bulan.
Dalam praktek keseharian, para petani cabe tidak pernah melakukan penanganan pasca panen yang benar seperti sortasi dan grading. Kegiatan ini biasanya lebih banyak dilakukan oleh para pedagang di tingkat pengumpul.
Dalam pelaksanaan panen cabe hibrida, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai berikut :
1. Panen dilakukan pagi hari setelah ada sinar matahari.
2. Cara pemanenan buah cabe dilakukan dengan mengikutsertakan batang buahnya dan dijaga supaya tidak merusak ranting dan percabangan tanaman cabe.
3. Buah yang dipanen adalah yang benar-benar tua, tandanya buah berwarna merah, hijau kemerahan atau hitam kemerahan.
4. Saat panen langsung dilakukan sortasi, buah yang rusak atau kena hama langsung dipisahkan.
5. Kematangan cabe disesuaikan dengan permintaan, lama penyimpanan dan lamanya transportasi ke pasar.
6. Setelah dipanen, lakukan sortir awal. Buah cabe yang terkena penyakit, terutama cendawan dikubur dalam lubang atau dibakar supaya tidak menular ke buah dan tanaman lainnya.
Penanganan pasca panen cabe dikatakan hampir belum sepenuhnya dilaksanakan para petani karena terbatasnya pengetahuan dan fasilitas. Selain itu, kejelasan spesifikasi produk yang diinginkan konsumen tidak diketahui secara jelas oleh petani. Spesifikasi produk hanya diketahui oleh pedagang pengumpul. Keadaan ini menyebabkan daya tawar petani lebih rendah daripada daya tawar pedagang pengumpul.
Tidak semua buah cabe yang dipanen bisa dijual karena rusak. Kerusakan atau kehilangan hasil pasca panen tanaman cabe bisa disebabkan hama penyakit, kerusakan seara mekanis dan kerusakan fisik.
Kerusakan yang disebabkan hama penyakit merupakan bawaan dari lapangan. Hama penting yang sering merusak buah cabe di Indonesia di antaranya lalat buah (Bactrocera dorsalis Hend) dan ulat buah prodenia (Spodoptera Litura F). Sementara itu, penyakit yang sering menyerang buah cabe adalah antraknosa, Collectrchum nigrum, dan Phythopthora capsici.
Kerusakan secara mekanis, fisiologis dan fisik lebih sering disebabkan oleh pengelola yang kurang cermat dan hati-hati dalam penanganan pasca panen. Kerusakan mekanis paling dominan terjadi pada saat pemetikan, pengangkutan dari lapangan dan pengangkutan ke pasar, penanganan saat bongkar muat, serta tidak ada packaging atau wadah yang baik dalam pengangkutan dan cenderung menggunakan karung untuk mengangkutnya.
Kerusakan fisiologis terutama terjadi dalam cabe itu sendiri. Setelah pemetikan buah cabe akan cepat layu menuju ke arah senesence yaitu meningkatnya temperatur lingkungan akan memicu laju respirasi sebesar 2 – 3 kali, sehingga proses pembusukan terjadi lebih cepat.
Kerusakan fisik disebabkan adanya tekanan lingkungan, sengatan matahari, kelembaban tinggi dan temperatur tinggi. Keadaan seperti ini menyebabkan buah cabe akan lebih cepat membusuk.
Dalam penanganan pasca panen, ada beberapa hal yang harus dilakukan :
a. Sortasi dan Grading
Konsumen terutama pasar swalayan, restoran dan hotel lebih mengutamakan spesifikasi produk yang mereka inginkan dan untuk ini mereka berani membayar lebih besar jika dibandingkan dengan pasar tradisional (wet market). Penampilan produk yang seragam, baik ukuran panjang, diameter, bentuk, permukaan, warna, maupun kekerasan buah, akan memberikan penilaian yang lebih baik. Untuk itu diperlukan sortasi dan grading terhadap buah cabe yang diinginkan konsumen, baik rumah tangga, kelompok konsumen swalayan, restoran, hotel, industri pangan olahan tradisional maupun skala industri. Umumnya, sortasi dan grading dilakukan oleh pedagang pengumpul.
Sortasi terhadap warna menjadi hal yang sangat penting bagi konsumen. Karenanya harus ada upaya untuk menstabilkan warna cabe sebelum dikeringkan. Petani di Indonesia akan menghamparkan buah cabe yang sudah dipetik di tempat teduh, dengan tujuan untuk mencegah pembusukan sebelum dijual ke pasar. Tindakan seperti ini disebut curing yaitu mengondisikan buah cabe untuk dapat menyesuaikan dengan keinginan dari pasar.
b. Penyimpanan
Di Indonesia, cabe umumnya lebih banyak diperdagangkan dalam bentuk segar. Karena itu, para produsen dan pengelola komoditas cabe berupaya supaya cabe tetap kelihatan segar. Untuk itu diperlukan tindakan yang benar pada saat handling, pengemasan dan penyimpanan agar mutu tetap stabil dan bisa diterima konsumen dengan harga yang tinggi.
Setelah pemetikan, proses fisiologi tetap berjalan, tergantung pada situasi luar, seperti temperatur dan kelembaban. Proses fisiologi tetap dipertahankan tetapi lajunya harus dikurangi. Caranya dengan menekan tingkat respirasi, yaitu mengatur temperatur dan kelembaban udara di sekelilingnya dengan menempatkan produk dalam ruangan yang sistem udaranya terkendali. Selain laju respirasi, harus juga ditekan laju transpirasi yaitu proses penguapan dari buah cabe dengan cara meningkatkan kelembaban udara dan menurunkan temperatur, atau dengan menempatkan buah cabe dalam kemasan tertentu untuk mengurangi gerakan udara di sekeliling cabe.
c. Pengemasan
Pengemasan bertujuan untuk melindungi mutu produk cabe dari kerusakan mekanis, fisik dan fisiologi pada saat handling, pengangkutan dan bongkar muat. Kemasan yang ideal harus kuat, memiliki daya lindung yang tinggi terhadap kerusakan, mudah di-handle, aman dan ekonomis. Wadah kemasan dapat dibuat secara tradisional berupa keranjang bambu atau rotan, karung plastik polietilen dan kardus berventilasi. Para petani dan pedagang cabe untuk pasar tradisional biasanya mengemas cabe dengan karung plastik berlubang-lubang. Sementara itu, pasar swalayan menghendaki kemasan dalam kardus.
d. Pengangkutan
Transportasi memiliki peranan penting untuk memindahkan cabe dari lapangan ke tempat pengolahan (sertasi dan grading), kemudian ke pasar dan gudang. Selama proses pengangkutan perlu dicermati penanganannya.
Pengangkutan dengan truk konvensional seperti kendaraan bak terbuka berbeda dengan sistem non konvensional seperti kontainer dengan sistem udara terkendali. Pengangkutan dengan sistem non konvensional cabe relatif lebih aman dari kerusakan fisik, fisiologis maupun mekanis. Namun, pengangkutan dengan kontainer baru digunakan oleh perusahaan besar yang mendapat kontrak dengan pasar swalayan. Sementara itu, untuk pasar tradisional, buah cabe lebih sering diangkut dengan mobil bak terbuka.
e. Pemasaran
Pemasaran produk pertanian khususnya cabe masih belum memiliki kepastian, terutama harga. Saat ini, harga produk pertanian masih dipengaruhi oleh banyaknya suplai di pasar, musim dan event-event tertentu seperti hari raya keagamaan.
Jika suplai cabe di pasar terlalu banyak, harganya akan turun. Jika suplai sedikit harganya akan meningkat dari harga rata-rata. Faktor yang paling mempengaruhi harga cabe di pasaran adalah pengaruh musim.
MEMPERBAIKI KUALITAS CABE KERING Capsicum Annum L
1. Pendahuluan
Produk pertanian merupakan produk yang tidak tahan lama, sehingga setelah proses pemanenan selesai, produk pertanian harus segera dijual agar tidak busuk, apalagi tanpa dilakukan penanganan pasca panen dengan baik
Petani di daerah kita pada umumnya enggan melakukan penanganan pasca penen. Hal ini selain disebabkan karena kurangnya modal usaha yang berujung pada rasa ingin segera memasarkan hasil pertanian juga disebabkan karena kurangnya pengetahuan tentangan penanganan pasca panen itu sendiri. Penanganan hasil pertanian yang selama ini sering dilakukan petani hanyalah sekedar menjemur untuk menghilangkan kadar air yang terdapat di kulit luar produk itu sendiri, seperti padi, kacang tanah, jagung, kedelai dan lain-lain. Sedangkan proses pengeringan yang sesuai dengan standara mutu nasional ataupun ekspor sangat jarang dilakukan kalau tak ingin dikatakan tak pernah sama sekali. Apalagi untuk proses penanganan lebih lanjut dengan membuat produk-produk baru dari hasil pertanian, seperti pembuatan jus mangga, jus jeruk, dan lain-lain.
Keadaan yang seperti ini menyebabkan produk-produk pertanian yang seharusnya bisa dijual dengan harga yang lebih tinggi atau bisa disimpan lama untuk menanti celah harga pasar meningkat lebih tinggi dari harga sekarang justru harus direlakan untuk dijual dengan harga rendah. Hal ini terjadi karena kecenderungan harga produk pertanian menurun drastis pada saat panen, terutama pada saat panen serentak.
Berdasarkan hal tersebut, disini penulis mencoba memaparkan tema pananganan pasca panen dengan judul “Memperbaiki Kualitas Cabe Kering.” Yang dimaksud dengan cabe kering ialah buah cabe tua dan masak yang utuh dari tanaman cabe merah (Capsicum Annum L Var Longum L) yang dikeringkan dan dibuang tangkainya.
2. Materi
Usaha agribisnis cabe sangat menguntungkan karena tingkat pengembalian modal yang cepat. Namun sebenarnya, dibalik semua itu akan menampilkan resiko yang sangat tinggi. Resiko yang paling rawan dihadapi petani adalah serangan hama penyakit dan fluktuasi harga yang tidak menentu. Semua resiko tersebut dapat diminimalkan jika kita banyak belajar dari pengalaman, baik pengalaman sendiri maupun orang lain.
Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk meminimalkan resiko tersebut adalah mengetahui peta pasar, membaca musim, mengetahui berbagai hama dan penyakit, menguasai teknik budidaya, memperkirakan harga musiman, menentukan jadwal panen, memakai benih yang sesuai dengan karakteristik lahan, permintaan pasar dan penanganan pasca panen.
Penanganan pasca panen cabe hampir dikatakan belum sepenuhnya dilaksanakan para petani karena terbatasnya pengetahuan dan fasilitas. Selain itu, kejelasan spesifikasi produk yang diinginkan konsumen tidak diketahui secara jelas oleh petani. Spesifikasi produk hanya diketahui oleh pedagang pengumpul. Keadaan ini menyebabkan daya tawar petani lebih rendah daripada daya tawar pedagang pengumpul.
Kerusakan buah cabe secara mekanis, fisiologis dan fisik lebih sering disebabkan oleh pengelola yang kurang cermat dan hati-hati dalam penanganan pasca panen. Kerusakan mekanis paling dominan terjadi pada saat pemetikan, pengangkutan, penanganan saat bongkar muat serta tidak adanya packaging atau wadah yang baik dalam pengangkutan.
Cabe kering yang dijual di pasaran atau bahkan yang di ekspor ke luar negeri pada umumnya dikumpulkan dari hasil pengeringan yang dilakukan oleh para petani dan para pengumpul khusus yang dilakukan di sentra produksi cabe. Para pedagang pengumpul ini membeli cabe basah pada petani dan melakukan proses pengeringan sendiri. Pengeringan pada umumnya dilakukan dengan mempergunakan panas sinar matahari tanpa mengalami perlakuan khusus dan memakan waktu selama 7 – 10 hari.
Cabe segar setelah diangkut ke tempat pengumpulan, langsung dihamparkan di atas tanah yang diberi alas tikar atau kepang atau di atas tempat penjemuran khsusus berupa lantai. Pekerjaan sortasi sebelum penjemuran jarang dilakukan dan biasanya dikerjakan setelah cabe kering.
Cabe kering yang berasal dari buah cabe yang kurang sempurna tingkat kematangannnya (masih kehijau-hijauan) akan menghasilkan cabe kering berwarna keputih-putihan. Sedangkan pada bagian buah yang kedapatan busuk akan menghasilkan warna kehitam-hitaman.
Sebelum cabe kering dijual atau bahkan di ekspor hendaknya dilakukan suatu kegiatan “Reprocessing” terhadap cabe kering yang keadaannya masih kurang memenuhi syarat tingkat kekeringannya dengan jalan dijemur dan selain itu perlu diadakan pemilihan ulang yang dititik beratkan kepada kualitasnyta dengan memisahkan cabe kering yang mempunyai kelainan atau cacat dan kotoran-kotoran yang terdapat di padanya.
Care yang dikeringkan tanpa suatu perlakuan khusus sebelumnya akan mengalami perubahan warna setelah disimpan selama 3 bulan di dalam suhu kamar biasa. Warna cabe kering yang kemerah-merahan dapat dipertahankan lebih lama lagi dengan j alan mencelup cabe segar sebelum dijemur ke dalam air mendidih yang mengandung Kalium Metabisulfit 0,2 % selama 6 menit yang kemudian disusul dengan pencelupan ke dalam air dingan sebelum cabe dikeringkan.
Dengan menggunakan alat pengering pada suhu 60˚ C cabe dapat dikeringkan dan waktu 12 – 20 jam. Kebaikan dari pemakaian alat pengering antara lain waktu pengeringan dipersingkat, lebih hygienis atau bersih dan kadar air yang dikandung dalam cabe kering dapat ditekan seminim mungkin (10%).
Penyimpanan cabe kering sebaiknya dilakukan di dalam kantong atau karung plastik yang tertutup rapat dan kemudian menyimpannya di dalam suatu ruangan atau tempat yang keadaannya kering atau yang kelembaban udaranya rendah (70%). Proses fisiologi tetap dipertahankan tetapi lajunya harus dikurangi, dengan menekan tingkat respirasi, yaitu mengatur temperatur dan kelembaban udara di sekelilingnnya dengan menempatkan produk dalam ruangan yang sistem udaranya terkendali.
Pengemasan juga perlu dilakukan yang bertujuan untuk melindungi mutu produk cabe dari kerusakan mekanis, fisik dan fisiologis pda saat handling, pengangkutan dan bongkar muat. Kemasah yang ideal harus kuat, memiliki daya lindung yang tinggi terhadap kerusakan, mudah di-handle, aman dan ekonomis. Wadah kemasan dapat dibuat secara tradisional berupa keranjang bambu atau rotan, karung plastik, kotak kayu, kotak bahan plastik, karung plastik polietilen dan kardus berpentilasi.
Dengan demikian, setelah kualitas cabe kering yang dihasilkan petani lebih bagus, diharapkan mampu mendongkrak harga pasar sehingga pendapatan petani meningkat yang pada gilirannya kesejahteraan petani akan tercapai. Kualitas cabe kering yang bagus dan mempunyai standar mutu ekspor selain mampu menambah in come petani itu sendiri juga bisa mengurangi angka pengangguran, karena perlakuan atau proses pengeringan cabe yang kontinyu akan menerlukan tenaga kerja lebih, selain tenaga kerja dalam proses budidaya tentunya.
3. Kesimpulan dan Saran
a. Kesimpulan
Penanganan pasca panen yang baik akan menghasilkan kualitas produk pertanian yang berkualitas baik dan mempunyai daya simpan yang lama. Sehingga animo yang selama ini bahwa produk pertanian adalah produk yang tidak tahan lama sehingga para petani buru-buru menjual hasil pertanian meski dengan harga yang rendah tidak lagi terjadi.
Harga cabe yang terus berfluktuasi akan bisa diatasi dengan telah dilakukan proses penanganan pasca panen. Sehingga kesehteraan petani dan keluarga tani akan tercapai. Angka pengangguran juga dapat dikurangi dengan bertambahnya tenga kerja pada proses penanganan pra panen dan pada saat proses penanganan pasca panen.
b. Saran
Penulis mengharapkan adanya campur tangan Pemerintah Daerah dan pihak swasta dalam memberdayakan petani, terutama dengan lebih banyak memberikan penyuluhan dan pelatihan kepada petani tentang pentingnya penanganan pasca panen. Selain itu penulis juga mengharapkan peran aktif teman-teman mahasiswa untuk meningkatkan kesadaran petani dalam mengelola produk-produk pertanian menjadi produk yang tahan lama dan mempunyai harga jual yang lebih tinggi.
Produk pertanian merupakan produk yang tidak tahan lama, sehingga setelah proses pemanenan selesai, produk pertanian harus segera dijual agar tidak busuk, apalagi tanpa dilakukan penanganan pasca panen dengan baik
Petani di daerah kita pada umumnya enggan melakukan penanganan pasca penen. Hal ini selain disebabkan karena kurangnya modal usaha yang berujung pada rasa ingin segera memasarkan hasil pertanian juga disebabkan karena kurangnya pengetahuan tentangan penanganan pasca panen itu sendiri. Penanganan hasil pertanian yang selama ini sering dilakukan petani hanyalah sekedar menjemur untuk menghilangkan kadar air yang terdapat di kulit luar produk itu sendiri, seperti padi, kacang tanah, jagung, kedelai dan lain-lain. Sedangkan proses pengeringan yang sesuai dengan standara mutu nasional ataupun ekspor sangat jarang dilakukan kalau tak ingin dikatakan tak pernah sama sekali. Apalagi untuk proses penanganan lebih lanjut dengan membuat produk-produk baru dari hasil pertanian, seperti pembuatan jus mangga, jus jeruk, dan lain-lain.
Keadaan yang seperti ini menyebabkan produk-produk pertanian yang seharusnya bisa dijual dengan harga yang lebih tinggi atau bisa disimpan lama untuk menanti celah harga pasar meningkat lebih tinggi dari harga sekarang justru harus direlakan untuk dijual dengan harga rendah. Hal ini terjadi karena kecenderungan harga produk pertanian menurun drastis pada saat panen, terutama pada saat panen serentak.
Berdasarkan hal tersebut, disini penulis mencoba memaparkan tema pananganan pasca panen dengan judul “Memperbaiki Kualitas Cabe Kering.” Yang dimaksud dengan cabe kering ialah buah cabe tua dan masak yang utuh dari tanaman cabe merah (Capsicum Annum L Var Longum L) yang dikeringkan dan dibuang tangkainya.
2. Materi
Usaha agribisnis cabe sangat menguntungkan karena tingkat pengembalian modal yang cepat. Namun sebenarnya, dibalik semua itu akan menampilkan resiko yang sangat tinggi. Resiko yang paling rawan dihadapi petani adalah serangan hama penyakit dan fluktuasi harga yang tidak menentu. Semua resiko tersebut dapat diminimalkan jika kita banyak belajar dari pengalaman, baik pengalaman sendiri maupun orang lain.
Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk meminimalkan resiko tersebut adalah mengetahui peta pasar, membaca musim, mengetahui berbagai hama dan penyakit, menguasai teknik budidaya, memperkirakan harga musiman, menentukan jadwal panen, memakai benih yang sesuai dengan karakteristik lahan, permintaan pasar dan penanganan pasca panen.
Penanganan pasca panen cabe hampir dikatakan belum sepenuhnya dilaksanakan para petani karena terbatasnya pengetahuan dan fasilitas. Selain itu, kejelasan spesifikasi produk yang diinginkan konsumen tidak diketahui secara jelas oleh petani. Spesifikasi produk hanya diketahui oleh pedagang pengumpul. Keadaan ini menyebabkan daya tawar petani lebih rendah daripada daya tawar pedagang pengumpul.
Kerusakan buah cabe secara mekanis, fisiologis dan fisik lebih sering disebabkan oleh pengelola yang kurang cermat dan hati-hati dalam penanganan pasca panen. Kerusakan mekanis paling dominan terjadi pada saat pemetikan, pengangkutan, penanganan saat bongkar muat serta tidak adanya packaging atau wadah yang baik dalam pengangkutan.
Cabe kering yang dijual di pasaran atau bahkan yang di ekspor ke luar negeri pada umumnya dikumpulkan dari hasil pengeringan yang dilakukan oleh para petani dan para pengumpul khusus yang dilakukan di sentra produksi cabe. Para pedagang pengumpul ini membeli cabe basah pada petani dan melakukan proses pengeringan sendiri. Pengeringan pada umumnya dilakukan dengan mempergunakan panas sinar matahari tanpa mengalami perlakuan khusus dan memakan waktu selama 7 – 10 hari.
Cabe segar setelah diangkut ke tempat pengumpulan, langsung dihamparkan di atas tanah yang diberi alas tikar atau kepang atau di atas tempat penjemuran khsusus berupa lantai. Pekerjaan sortasi sebelum penjemuran jarang dilakukan dan biasanya dikerjakan setelah cabe kering.
Cabe kering yang berasal dari buah cabe yang kurang sempurna tingkat kematangannnya (masih kehijau-hijauan) akan menghasilkan cabe kering berwarna keputih-putihan. Sedangkan pada bagian buah yang kedapatan busuk akan menghasilkan warna kehitam-hitaman.
Sebelum cabe kering dijual atau bahkan di ekspor hendaknya dilakukan suatu kegiatan “Reprocessing” terhadap cabe kering yang keadaannya masih kurang memenuhi syarat tingkat kekeringannya dengan jalan dijemur dan selain itu perlu diadakan pemilihan ulang yang dititik beratkan kepada kualitasnyta dengan memisahkan cabe kering yang mempunyai kelainan atau cacat dan kotoran-kotoran yang terdapat di padanya.
Care yang dikeringkan tanpa suatu perlakuan khusus sebelumnya akan mengalami perubahan warna setelah disimpan selama 3 bulan di dalam suhu kamar biasa. Warna cabe kering yang kemerah-merahan dapat dipertahankan lebih lama lagi dengan j alan mencelup cabe segar sebelum dijemur ke dalam air mendidih yang mengandung Kalium Metabisulfit 0,2 % selama 6 menit yang kemudian disusul dengan pencelupan ke dalam air dingan sebelum cabe dikeringkan.
Dengan menggunakan alat pengering pada suhu 60˚ C cabe dapat dikeringkan dan waktu 12 – 20 jam. Kebaikan dari pemakaian alat pengering antara lain waktu pengeringan dipersingkat, lebih hygienis atau bersih dan kadar air yang dikandung dalam cabe kering dapat ditekan seminim mungkin (10%).
Penyimpanan cabe kering sebaiknya dilakukan di dalam kantong atau karung plastik yang tertutup rapat dan kemudian menyimpannya di dalam suatu ruangan atau tempat yang keadaannya kering atau yang kelembaban udaranya rendah (70%). Proses fisiologi tetap dipertahankan tetapi lajunya harus dikurangi, dengan menekan tingkat respirasi, yaitu mengatur temperatur dan kelembaban udara di sekelilingnnya dengan menempatkan produk dalam ruangan yang sistem udaranya terkendali.
Pengemasan juga perlu dilakukan yang bertujuan untuk melindungi mutu produk cabe dari kerusakan mekanis, fisik dan fisiologis pda saat handling, pengangkutan dan bongkar muat. Kemasah yang ideal harus kuat, memiliki daya lindung yang tinggi terhadap kerusakan, mudah di-handle, aman dan ekonomis. Wadah kemasan dapat dibuat secara tradisional berupa keranjang bambu atau rotan, karung plastik, kotak kayu, kotak bahan plastik, karung plastik polietilen dan kardus berpentilasi.
Dengan demikian, setelah kualitas cabe kering yang dihasilkan petani lebih bagus, diharapkan mampu mendongkrak harga pasar sehingga pendapatan petani meningkat yang pada gilirannya kesejahteraan petani akan tercapai. Kualitas cabe kering yang bagus dan mempunyai standar mutu ekspor selain mampu menambah in come petani itu sendiri juga bisa mengurangi angka pengangguran, karena perlakuan atau proses pengeringan cabe yang kontinyu akan menerlukan tenaga kerja lebih, selain tenaga kerja dalam proses budidaya tentunya.
3. Kesimpulan dan Saran
a. Kesimpulan
Penanganan pasca panen yang baik akan menghasilkan kualitas produk pertanian yang berkualitas baik dan mempunyai daya simpan yang lama. Sehingga animo yang selama ini bahwa produk pertanian adalah produk yang tidak tahan lama sehingga para petani buru-buru menjual hasil pertanian meski dengan harga yang rendah tidak lagi terjadi.
Harga cabe yang terus berfluktuasi akan bisa diatasi dengan telah dilakukan proses penanganan pasca panen. Sehingga kesehteraan petani dan keluarga tani akan tercapai. Angka pengangguran juga dapat dikurangi dengan bertambahnya tenga kerja pada proses penanganan pra panen dan pada saat proses penanganan pasca panen.
b. Saran
Penulis mengharapkan adanya campur tangan Pemerintah Daerah dan pihak swasta dalam memberdayakan petani, terutama dengan lebih banyak memberikan penyuluhan dan pelatihan kepada petani tentang pentingnya penanganan pasca panen. Selain itu penulis juga mengharapkan peran aktif teman-teman mahasiswa untuk meningkatkan kesadaran petani dalam mengelola produk-produk pertanian menjadi produk yang tahan lama dan mempunyai harga jual yang lebih tinggi.
BUDIDAYA TANAMAN MANGGA Mangifera Indica L
I. Pendahuluan
Mangga merupakan tanaman yang mudah ditanam dan tanpa memerlukan perlakuan khusus yang rumit. Tanaman ini bisa ditanam di pekarangan rumah atau di kebun. Kalau setiap rumah di Indonesia bisa menanam satu pohon mangga, akan ada jutaan pohon mangga di seluruh Indonesia. Adanya tanaman mangga akan mengurangi pengotoran udara, menambah suasana sejuk di rumah pada musim kemarau dan mengurangi banjir pada musim hujan. Selain itu juga bisa melengkapi gizi keluarga dan menambah penghasilan rumah tangga.
Dengan mengkonsumsi mangga anak-anak dan semua anggota keluarga akan cukup mendapat provitamin A dan vitamin C. Provitamin A bisa diubah menjadi vitamin A di dalam tubuh dan vitamin ini penting sekali untuk menjaga kesehatan mata. Sedangkan vitamin C perlu untuk mencegah sariawan.
Selain provitamin A dan vitamin C, mangga juga mengandung vitamin lain, mineral, karbohidrat dan zat-zat lain yang diperlukan untuk kesehatan dan pertumbuhan badan.
Berdasarkan hal di atas, penulis sengaja mengambil judul Budidaya Tanaman Mangga dalam penulisan tugas mata kuliah Penanganan Pasca Panen yang diberikan oleh dosen Universitas Abulyatama Aceh kelas Paralel Blangpidie.
II. Membuat Perkebunan Mangga
Mangga (Mangifera Indica L) bukan tanaman asli dari Indonesia, walaupun demikian masyarakat sudah menganggap mangga sebagai salah satu tanaman buah-buahan asli Indonesia. Di Indonesia tanaman mangga tumbuh baik di daerah dataran rendah yang berhawa panas, tapi juga masih bisa ditanam sampai dataran tinggi yang berhawa sedang.
Mangga yang berkembang di Indonesia diduga berasal dari India yang kemudian menyebar ke Semenanjung Malaysia, Indonesia dan sekitarnya. Mangga yang biasa dimakan sehari-hari seperti mangga golek, mangga manalagi, mangga arumanis, mangga sengir, secara taksonomi termasuk spesies Mangirea Indica L, genus/marga Mangifera, famili Anacardiaceae, ordo sapindales.
Mangga tumbuh berupa pohon berbatang tegak, bercabang banyak dan bertajuk rindang dan hijau sepanjang tahun. Tinggi pohon dewasa bisa mencapai 10 – 40 meter. Umur pohon bisa mencapai 100 tahun lebih. Marfologi tanaman mangga terdiri atas akar, batang, daun dan bunga. Bunga menghasilkan buah dan biji (pelok), yang secara generatif dapat tumbuh menjadi tanaman baru.
Buah mangga termasuk kelompok buah batu berdaging. Panjang buah berkisar antara 2,5 – 30 cm. Bentuknya ada yang bulat, bulat telur, bulat memanjang dan ada yang pipih. Warna buah bermacam-macam, tergantung varietasnya, variasinya ada yang hijau, kuning, merah atau campuran masing-masing warna tersebut.
Tanaman mangga monoembrional yang mempunyai biji yang mengandung hanya satu embrio. Kalau biji tumbuh menjadi tanaman baru akan menghasilkan hanya satu tanaman.
Jenis dan varietas mangga budidaya berasal dari alam dan buatan. Dari varietas itu ada tanaman yang dikembangkan secara generatif dan ada yang vegetatif. Di Indonesia ada beberapa jenis dan varietas mangga komersial yang sudah terkenal bagus mutunya. Antara lain, Golek, Arumanis, Manalagi, Endog, Madu, Lalijiwo, Keweni, Pakel dan Kemang.
Dalam berkebun mangga, sebelum mulai sebaiknya mempelajari dulu soal teori berkebun mangga dan perihal teori lain yang berhubungan dengan mangga. Misalnya pemilihan lokasi untuk kebun, sebaiknya dekat tempat pemasaran dan tidak jauh dari jalan raya agar pengangkutan tidak repot. Ketinggian lokasi kebun dan iklim juga harus cocok untuk pertumbuhan mangga.
Tanaman mangga masih dapat hidup dengan sehat pada temperatur 4˚ - 10˚ C. namun kondisi itu bukan temperatur yang baik untuk pertumbuhan dan produksi. Temperatur pertumbuhan optimum untuk mangga berkisar antara 24˚ - 27˚ C. Pada kondisi ini pertumbuhan mangga sangat baik dan produktifitasnya tinggi.
Banyak sedikitnya curah hujan mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan terbentuknya bunga atau buah. Mangga membutuhkan curah hujan minimal 1000 mm, dan musim kering 4 – 6 bulan pertahun. Setiap bulan rata-rata hujan tidak lebih dari 60 mm. Di daerah tropis mangga dapat tumbuh sampai daerah pegunungan setinggi 1.300 meter diatas permukaan laut, namun pertumbuhan dan produksinya jelek. Hasil terbaik mangga ditanam di dataran rendah sampai pada ketinggian 500 meter diatas permukaan laut.
Mangga akan tumbuh dengan baik di lokasi yang lahannya bertanah ringan seperti tanah lempung berpasir sampai tanah berat atau tanah seperti lempung. Sebaiknya lahan tanam jangan di lokasi yang terlalu miring dan cekung.
1. Mengatur Tanaman
Pohon mangga sebaiknya ditanam menurut jarak tertentu, bisa juga diatur penanamannya sehingga terlihat rapi dan indah. Pengaturan tanamnya dapat dengan cara bujur sangkar, diagonal atau kwinkunks (Quincunx), segitiga sama sisi atu heksagonal, dan cara garis tinggi (kontur).
2. Jarak Tanam
Jarak tanam untuk tanaman mangga tergantung beberapa faktor. Diantaranya jenis tanah berat atau ringan, dan tanah subur atau tandus. Juga jenis tanaman mangga ada yang tinggi besar dan ada yang pendek kecil.
Di lahan tandus mangga dapat ditanam dengan jarak dekat. Di tempat itu lapisan tanah subur terlalu tipis, perakaran tidak banyak dan tidak bisa menyebar sehingga tanaman tumbuh kerdil.
Tanam dari semai biji pada umumnya bersosok lebih besar dari okulasi atau cangkok. Oleh karena itu jaraknya lebih lebar. Jarak tanam mangga yang baik pada umumnya 12 – 14 meter, sehingga setelah tumbuh besar pohon mangga tidak saling berdempetan.
Setelah jarak tanam ditentukan dan dipasang ajir, maka dibuat lubang tanam berukuran 100 cm x 100 cm. Lubang itu diisi dengan tanah yang subur supaya di kemudian hari tanaman mangga bisa tumbuh sehat dan subur.
3. Penanaman Bibit
Penanaman bibit mangga sebaiknya dilakukan pada waktu musim hujan, sehingga tak perlu menyiram, sedangkan udara tak begitu panas pada waktu siang hari. Keadaan ini akan mengurangi kematian tanaman yang baru ditanam. Walaupun ditanam di musim hujan sebaiknya menanam pada sore hari agar bibit tidak layu.
Dalam lobang tanam taburi dengan insektisida untuk mencegah gangguan rayap atau semut. Misalnya insektisida butiran seperti Furadan 3G, Curatter 3G, Basamid G, atau Rhocap 10G. Dengan dosis 10 – 25 gram per lubang tanam/pohon.
4. Perawatan Tanaman
Untuk pohon mangga produktif membutuhkan perawatan yang kontinyu, diantaranya :
- Penyiraman
- Pencegahan penyakit dan benalu
- Pemberantasan hama
- Pemangkasan bunga, ranting dan cabang
- Penyiangan dan penggemburan
- Pemangkasan
- Pemupukan
- Pupuk hijau dan tanaman penutup tanah
5. Hama dan Penyakit
Hama pada tanaman mangga bermacam-macam jenis dan bentuknya. Ada yang menyerang daun, batang, kulit, bunga, buah dan akar. Ada jenis yang tergolong serangga, tungau, tikus, kalong dan burung. Masing-masing jenis hama membutuhkan cara pengendalian yang khas.
Sekitar 75 % dari binatang yang hidup di bumi tergolong serangga. Yang tergolong serangga hama mangga adalah lalat buah, lalat bisul daun mangga, bubuk buah mangga, penggerek batang, wereng mangga, kutu putih besar, kutu sisik, kutu bisul pucuk, ngengat perisai hitam, penggerek pucuk, kupu-kupu penusuk buah, semut rangrang dan tungau.
Penanggulangan hama tanaman mangga dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan kebun, membuat pengasapan, penyemprotan dengan insektisida seperti Ripcord 5 EC, Cymbush 50 EC atau Decis 2,5 EC, bisa juga dengan menggunakan insektisida nabati seperti tepung tembakau, minimal mengandung 1% nikotin. Selain itu juga bisa diatasi dengan memotong cabang atau dahan yang terserang hama.
Penyakit pada mangga biasanya disebabkan oleh cendawan dan bakteri. Serangannya mengakibatkan busuk buah. Tiga penyakit penting buah mangga sebaul panen adalah antraknosa (anthracnose), bercak hitam dan kudis. Penyakit setelah panen adalah busuk buah karena cendawan. Pengendaliannya dengan pestisida yang sebelumnya dilakukan pertimbangan yang matang.
Buah mangga setelah panen masih ada kemungkinan terserang penyakit, terutama karena busuk oleh cendawan atau bakteri. Mangga yang busuk berkerut hitam disebabkan oleh cendawan Phomopsis sp, busuk kering yang keras dan hitam disebabkan oleh cendawan Dothiorella mangiferae Cheerna dan Dani, busuk pangkal buah oleh cendawan Colletotrichum gloeosporiodes, busuk lunak oleh cendawan Botrydiplodia theobromae Pat. Dan lain-lain.
Untuk mengantisifasi agar buah tidak busuk dan terserang cendawan, sebaiknya dilakukan cara sebagai berikut :
- Buah di panen dengan hati-hati, jangan sampai luka atau memar.
- Infeksi cendawan pembusuk bersifat laten, untuk mengendalikannya sejak buah mangga masih muda perlu dilindungi dengan penyemprotan fungisida.
- Sebelum di taruh di tempat penyimpanan, buah mangga perlu didesinfeksi.
- Mangga dapat awet disimpan di tempat bersuhu rendah 7 - 10˚ C. hanya saja cara ini bisa membuat mangga luka, terutama buah yang berkulit tipis. Lukanya berupa bercak (lingkaran kecil) cokelat. Kalau disimpan pada suhu 1˚ C, warnanya akan berubah dari hijau menjadi suram. Setelah buah dikeluarkan dari ruang dingin, buah akan cepat busuk.
6. Panen
Mangga okulasi dan sambungan sudah bisa menghasilkan buah pada tahun keempat setelah bibit ditanam. Hasil panen pertama sekitar 10 – 13 buah per pohon. Hasil itu akan terus meningkat dengan bertambahnya umur tanaman, kalau disertai perawatan insentif, terutama pemupukan.
Ketika pohon berumur 6 tahun, hasilnya bisa menjadi 50 – 75 per pohon. Umur 10 tahun bisa 300 – 500 buah, umur 10 – 15 tahun bisa menghasilkan 1000 buah dan umur 15 – 20 tahun bisa mencapai 2000 – 5000 buah per pohon.
Mangga dipanen ketika di pohon sudah terlihat satu atau dua buah yang masak. Sebaiknya mangga di panen ketika buahnya masih keras, tapi usianya sudah tua. Selektif satu persatu karena bunga pada setiap cabang tidak bersamaan keluarnya walau masih dalam satu pohon.
Mangga merupakan tanaman yang mudah ditanam dan tanpa memerlukan perlakuan khusus yang rumit. Tanaman ini bisa ditanam di pekarangan rumah atau di kebun. Kalau setiap rumah di Indonesia bisa menanam satu pohon mangga, akan ada jutaan pohon mangga di seluruh Indonesia. Adanya tanaman mangga akan mengurangi pengotoran udara, menambah suasana sejuk di rumah pada musim kemarau dan mengurangi banjir pada musim hujan. Selain itu juga bisa melengkapi gizi keluarga dan menambah penghasilan rumah tangga.
Dengan mengkonsumsi mangga anak-anak dan semua anggota keluarga akan cukup mendapat provitamin A dan vitamin C. Provitamin A bisa diubah menjadi vitamin A di dalam tubuh dan vitamin ini penting sekali untuk menjaga kesehatan mata. Sedangkan vitamin C perlu untuk mencegah sariawan.
Selain provitamin A dan vitamin C, mangga juga mengandung vitamin lain, mineral, karbohidrat dan zat-zat lain yang diperlukan untuk kesehatan dan pertumbuhan badan.
Berdasarkan hal di atas, penulis sengaja mengambil judul Budidaya Tanaman Mangga dalam penulisan tugas mata kuliah Penanganan Pasca Panen yang diberikan oleh dosen Universitas Abulyatama Aceh kelas Paralel Blangpidie.
II. Membuat Perkebunan Mangga
Mangga (Mangifera Indica L) bukan tanaman asli dari Indonesia, walaupun demikian masyarakat sudah menganggap mangga sebagai salah satu tanaman buah-buahan asli Indonesia. Di Indonesia tanaman mangga tumbuh baik di daerah dataran rendah yang berhawa panas, tapi juga masih bisa ditanam sampai dataran tinggi yang berhawa sedang.
Mangga yang berkembang di Indonesia diduga berasal dari India yang kemudian menyebar ke Semenanjung Malaysia, Indonesia dan sekitarnya. Mangga yang biasa dimakan sehari-hari seperti mangga golek, mangga manalagi, mangga arumanis, mangga sengir, secara taksonomi termasuk spesies Mangirea Indica L, genus/marga Mangifera, famili Anacardiaceae, ordo sapindales.
Mangga tumbuh berupa pohon berbatang tegak, bercabang banyak dan bertajuk rindang dan hijau sepanjang tahun. Tinggi pohon dewasa bisa mencapai 10 – 40 meter. Umur pohon bisa mencapai 100 tahun lebih. Marfologi tanaman mangga terdiri atas akar, batang, daun dan bunga. Bunga menghasilkan buah dan biji (pelok), yang secara generatif dapat tumbuh menjadi tanaman baru.
Buah mangga termasuk kelompok buah batu berdaging. Panjang buah berkisar antara 2,5 – 30 cm. Bentuknya ada yang bulat, bulat telur, bulat memanjang dan ada yang pipih. Warna buah bermacam-macam, tergantung varietasnya, variasinya ada yang hijau, kuning, merah atau campuran masing-masing warna tersebut.
Tanaman mangga monoembrional yang mempunyai biji yang mengandung hanya satu embrio. Kalau biji tumbuh menjadi tanaman baru akan menghasilkan hanya satu tanaman.
Jenis dan varietas mangga budidaya berasal dari alam dan buatan. Dari varietas itu ada tanaman yang dikembangkan secara generatif dan ada yang vegetatif. Di Indonesia ada beberapa jenis dan varietas mangga komersial yang sudah terkenal bagus mutunya. Antara lain, Golek, Arumanis, Manalagi, Endog, Madu, Lalijiwo, Keweni, Pakel dan Kemang.
Dalam berkebun mangga, sebelum mulai sebaiknya mempelajari dulu soal teori berkebun mangga dan perihal teori lain yang berhubungan dengan mangga. Misalnya pemilihan lokasi untuk kebun, sebaiknya dekat tempat pemasaran dan tidak jauh dari jalan raya agar pengangkutan tidak repot. Ketinggian lokasi kebun dan iklim juga harus cocok untuk pertumbuhan mangga.
Tanaman mangga masih dapat hidup dengan sehat pada temperatur 4˚ - 10˚ C. namun kondisi itu bukan temperatur yang baik untuk pertumbuhan dan produksi. Temperatur pertumbuhan optimum untuk mangga berkisar antara 24˚ - 27˚ C. Pada kondisi ini pertumbuhan mangga sangat baik dan produktifitasnya tinggi.
Banyak sedikitnya curah hujan mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan terbentuknya bunga atau buah. Mangga membutuhkan curah hujan minimal 1000 mm, dan musim kering 4 – 6 bulan pertahun. Setiap bulan rata-rata hujan tidak lebih dari 60 mm. Di daerah tropis mangga dapat tumbuh sampai daerah pegunungan setinggi 1.300 meter diatas permukaan laut, namun pertumbuhan dan produksinya jelek. Hasil terbaik mangga ditanam di dataran rendah sampai pada ketinggian 500 meter diatas permukaan laut.
Mangga akan tumbuh dengan baik di lokasi yang lahannya bertanah ringan seperti tanah lempung berpasir sampai tanah berat atau tanah seperti lempung. Sebaiknya lahan tanam jangan di lokasi yang terlalu miring dan cekung.
1. Mengatur Tanaman
Pohon mangga sebaiknya ditanam menurut jarak tertentu, bisa juga diatur penanamannya sehingga terlihat rapi dan indah. Pengaturan tanamnya dapat dengan cara bujur sangkar, diagonal atau kwinkunks (Quincunx), segitiga sama sisi atu heksagonal, dan cara garis tinggi (kontur).
2. Jarak Tanam
Jarak tanam untuk tanaman mangga tergantung beberapa faktor. Diantaranya jenis tanah berat atau ringan, dan tanah subur atau tandus. Juga jenis tanaman mangga ada yang tinggi besar dan ada yang pendek kecil.
Di lahan tandus mangga dapat ditanam dengan jarak dekat. Di tempat itu lapisan tanah subur terlalu tipis, perakaran tidak banyak dan tidak bisa menyebar sehingga tanaman tumbuh kerdil.
Tanam dari semai biji pada umumnya bersosok lebih besar dari okulasi atau cangkok. Oleh karena itu jaraknya lebih lebar. Jarak tanam mangga yang baik pada umumnya 12 – 14 meter, sehingga setelah tumbuh besar pohon mangga tidak saling berdempetan.
Setelah jarak tanam ditentukan dan dipasang ajir, maka dibuat lubang tanam berukuran 100 cm x 100 cm. Lubang itu diisi dengan tanah yang subur supaya di kemudian hari tanaman mangga bisa tumbuh sehat dan subur.
3. Penanaman Bibit
Penanaman bibit mangga sebaiknya dilakukan pada waktu musim hujan, sehingga tak perlu menyiram, sedangkan udara tak begitu panas pada waktu siang hari. Keadaan ini akan mengurangi kematian tanaman yang baru ditanam. Walaupun ditanam di musim hujan sebaiknya menanam pada sore hari agar bibit tidak layu.
Dalam lobang tanam taburi dengan insektisida untuk mencegah gangguan rayap atau semut. Misalnya insektisida butiran seperti Furadan 3G, Curatter 3G, Basamid G, atau Rhocap 10G. Dengan dosis 10 – 25 gram per lubang tanam/pohon.
4. Perawatan Tanaman
Untuk pohon mangga produktif membutuhkan perawatan yang kontinyu, diantaranya :
- Penyiraman
- Pencegahan penyakit dan benalu
- Pemberantasan hama
- Pemangkasan bunga, ranting dan cabang
- Penyiangan dan penggemburan
- Pemangkasan
- Pemupukan
- Pupuk hijau dan tanaman penutup tanah
5. Hama dan Penyakit
Hama pada tanaman mangga bermacam-macam jenis dan bentuknya. Ada yang menyerang daun, batang, kulit, bunga, buah dan akar. Ada jenis yang tergolong serangga, tungau, tikus, kalong dan burung. Masing-masing jenis hama membutuhkan cara pengendalian yang khas.
Sekitar 75 % dari binatang yang hidup di bumi tergolong serangga. Yang tergolong serangga hama mangga adalah lalat buah, lalat bisul daun mangga, bubuk buah mangga, penggerek batang, wereng mangga, kutu putih besar, kutu sisik, kutu bisul pucuk, ngengat perisai hitam, penggerek pucuk, kupu-kupu penusuk buah, semut rangrang dan tungau.
Penanggulangan hama tanaman mangga dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan kebun, membuat pengasapan, penyemprotan dengan insektisida seperti Ripcord 5 EC, Cymbush 50 EC atau Decis 2,5 EC, bisa juga dengan menggunakan insektisida nabati seperti tepung tembakau, minimal mengandung 1% nikotin. Selain itu juga bisa diatasi dengan memotong cabang atau dahan yang terserang hama.
Penyakit pada mangga biasanya disebabkan oleh cendawan dan bakteri. Serangannya mengakibatkan busuk buah. Tiga penyakit penting buah mangga sebaul panen adalah antraknosa (anthracnose), bercak hitam dan kudis. Penyakit setelah panen adalah busuk buah karena cendawan. Pengendaliannya dengan pestisida yang sebelumnya dilakukan pertimbangan yang matang.
Buah mangga setelah panen masih ada kemungkinan terserang penyakit, terutama karena busuk oleh cendawan atau bakteri. Mangga yang busuk berkerut hitam disebabkan oleh cendawan Phomopsis sp, busuk kering yang keras dan hitam disebabkan oleh cendawan Dothiorella mangiferae Cheerna dan Dani, busuk pangkal buah oleh cendawan Colletotrichum gloeosporiodes, busuk lunak oleh cendawan Botrydiplodia theobromae Pat. Dan lain-lain.
Untuk mengantisifasi agar buah tidak busuk dan terserang cendawan, sebaiknya dilakukan cara sebagai berikut :
- Buah di panen dengan hati-hati, jangan sampai luka atau memar.
- Infeksi cendawan pembusuk bersifat laten, untuk mengendalikannya sejak buah mangga masih muda perlu dilindungi dengan penyemprotan fungisida.
- Sebelum di taruh di tempat penyimpanan, buah mangga perlu didesinfeksi.
- Mangga dapat awet disimpan di tempat bersuhu rendah 7 - 10˚ C. hanya saja cara ini bisa membuat mangga luka, terutama buah yang berkulit tipis. Lukanya berupa bercak (lingkaran kecil) cokelat. Kalau disimpan pada suhu 1˚ C, warnanya akan berubah dari hijau menjadi suram. Setelah buah dikeluarkan dari ruang dingin, buah akan cepat busuk.
6. Panen
Mangga okulasi dan sambungan sudah bisa menghasilkan buah pada tahun keempat setelah bibit ditanam. Hasil panen pertama sekitar 10 – 13 buah per pohon. Hasil itu akan terus meningkat dengan bertambahnya umur tanaman, kalau disertai perawatan insentif, terutama pemupukan.
Ketika pohon berumur 6 tahun, hasilnya bisa menjadi 50 – 75 per pohon. Umur 10 tahun bisa 300 – 500 buah, umur 10 – 15 tahun bisa menghasilkan 1000 buah dan umur 15 – 20 tahun bisa mencapai 2000 – 5000 buah per pohon.
Mangga dipanen ketika di pohon sudah terlihat satu atau dua buah yang masak. Sebaiknya mangga di panen ketika buahnya masih keras, tapi usianya sudah tua. Selektif satu persatu karena bunga pada setiap cabang tidak bersamaan keluarnya walau masih dalam satu pohon.
BUDIDAYA DURIAN Durio zibethinus Murr
I. Pendahuluan
Indonesia, sebagai negara agraris yang terletak di daerah tropis, merupakan negara yang kaya akan buah-buahan. Salah satu buah tropis yang mempunyai nilai jual sangat tinggi adalah durian (Durio zibethinus Murr) sehingga sempat mendapat julukan King of the Fruit. Buah durian yang banyak mengandung protein dan gizi sangat tinggi, di Indonesia, banyak dimanfaatkan sebagai buah segar, walaupun tidak sedikit yang mengolahnya menjadi berbagai makanan, seperti tempoyak, lempok, es krim dan keripik biji durian.
Penanaman dan pengelolaan kebun durian di Indonesia saat ini belumlah maksimal dan masih tertinggal jauh dibandingkan dengan Thailan dan Malaysia. Suplai buah durian di Indonesia saat ini masih banyak mengandalkan tanaman liar, baik milik rakyat maupun tanaman hutan. Ini berbeda dengan di negara Thailan dan Malaysia yang sudah banyak mengebunkan durian secara intensif sehingga banyak menghasilkan durian dengan kualitas dan kuantitas yang baik dan bisa diekspor.
Penyusunan makalah ini sengaja penulis pilih judul “Budidaya Durian”, untuk membagi ilmu penanaman durian secara intensif seperti yang dilakukan oleh para petani di Thailan dan Malaysia yang sudah mulai diadopsi ilmunya oleh para petani di Indonesia.
II. Menanam Durian
Berkebun durian komersial secara intensif, selain memerlukan modal, pengetahuan teknologi dan lokasi lahan yang cocok, juga memerlukan informasi tentang permintaan pasar dan keinginan pasar.
Modal memegang peranan yang paling penting. Pengetahuan teknologi memegang peranan dalam aspek budidaya. Pengetahuan yang dibutuhkan meliputi pemilihan varietas, pengolahan lahan, penanaman, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit dan cara mengatur pembuahan di luar musim untuk menghindari oversupply dan mendapat harga yang bagus.
Pengetahuan tentang pasar juga merupakan faktor penting. Dalam memproduksi durian, pasar yang akan dituju harus ditentukan dengan jelas. Apakah untuk pasar lokal atau ekspor. Selain menyangkut kualitas, perbedaan juga menyangkut cara penanganan pasca panen, seperti kematangan buah, keseragaman dan packaging-nya.
Tanaman durian akan tumbuh secara optimal di daerah tropis. Untuk bertanam durian secara intensif dibutuhkan tempat dengan ketinggian 600 meter diatas permukaan laut. Ketinggian tempat akan berpengaruh terhadap waktu pembungaan dan kematangan buah. Tempat yang ideal adalah yang memiliki intensitas cahaya matahari sekitar 40 – 50 % dengan suhu 22 - 30˚ C. Curah hujan yang ideal adalah 1.500 – 2.500 mm pertahun. Tempat itu juga sebaiknya memiliki bulah basah selama 9 – 11 bulan pertahun dan bulan kering selama 3 – 4 bulan untuk meransang pertumbuhan bunga.
Tanah yang cocok adalah tanah lempung berpasir yang subur dan memiliki banyak kandungan bahan organik. Jenis tanah latosol, podsolik merah kuning, atau andosol merupakan jenis tanah yang paling cocok untuk tanaman durian. Tanah yang berstektur berat seperti tanah liat, kurang bagus untuk tanaman durian karena pengeringannya sangat sulit terutama pada musim hujan.
Topografi yang baik adalah yang agak miring, tetapi tidak melebihi 35˚. Untuk lahan yang miring, kita perlu membuat terasering untuk mencegah erosi. Karena akarnya mampu menembus kedalaman sampai tiga meter, lokasi yang dipilih idealnya adalah yang memiliki kedalaman air tanah sekitar 50 – 300 cm.
Jenis dan varietas durian yang ada di Indonesia saat ini adalah : Kani, Sunan, Sukun, Petruk, Sitokong, Mas, Otong, Sihijau, Sijajang, Sidodol, Bokor, Siriwig, Perwira dan Petaling Namlung. Selain varietas tersebut, ada beberapa varietas durian dari negara tetangga yang bersifat unggul yang sudah ditanam oleh petani di Indonesia, diantaranya : Monthong, Chanee, Kan Yao dan Kradhum Thong, yang kesemua itu berasal dari Thailand.
a. Memilih Bibit
Pemilihan bibit merupakan faktor yang sangat penting dalam berkebun durian. Untuk lebih memastikan jenis dan varietas bibit yang akan ditanam, carilah bibit di petani atau pedagang yang sudah mempunyai kredibilitas dan benar-benar mempunyai pohon induk sendiri serta sudah mendapatkan sertifikat dari Departemen Pertanian. Cara lain dengan membuat bibit sendiri menggunakan batang atas dari pohon induk yang benar-benar terjaga keaslian dan kualitasnya.
Bibit durian yang baik mempunyai ciri-ciri : Keadaan tanaman subur, segar, sehat, daunnya banyak, batangnya kokoh, bebas hama dan penyakit, mempunyai percabangan 2 – 4 arah dan menunjukkan perkembangan tunas baru. Ham dan penyakit dapat dilihat langsung di daun dan batang tanaman. Tanaman yang sehat menunjukkan tidak ada binatang, hama atau jamur yang menempel di tanaman. Bekas serangannya pun tidak ada.
b. Mempersiapkan Lahan
Mempersiapkan lahan terutama ditujukan untuk usaha penanaman durian dalam skala besar atau di kebun yang luas. Lahan dibersihkan dari tanaman keras yang dapat menghalangi sinar matahari. Selain agar tidak menghalangi sinar matahari langsung juga untuk menghindari persaingan dalam perebutan unsur hara.
Rumput dan alang-alang juga diberantas dengan menyemprotkan obat-obatan pembasmi atau dengan menanam rabuh hijau atau cover crop, seperti kacang-kacangan, yang dapat menghambat dan mematikan rumput dan alang-alang serta gulma lainnya. Selain itu, rabuk hijau juga dapat mempertahankan kelembaban tanah dan mengurangi penguapan air pada musim kemarau.
Lahan yang terlalu miring sebaiknya dibuat terasering, sedangkan lahan yang luas dan datar harus dibuat saluran-saluran pembuangan air untuk memudahkan pembuangan air saat musim hujan.
Pengaturan jarak tanam juga lebih ditujukan untuk penanaman durian dalam skala besar. Jarak tanam ini tergantung pada jenis, varietas, lokasi lahan dan jenis tanah. Jarak tanam ini paling ideal karena jika kurang dari jarak tersebut tanaman akan saling berebut unsur hara, penyebaran penyakit lebih mudah dan sinar matahari tidak efektif menembus tanaman karena terlalu rapat. Selain jarak tanam, pola penanaman juga perlu diatur supaya kebun kelihatan rapi dan teratur.
Untuk penanaman durian dalam skala yang luas di tempat terbuka, mutlak diperlukan tanaman pelindung untuk melindungi tanaman dari sinar matahari yang terik dan untuk memecah atau meminimalkan pengaruh angin.
Lubang tanam untuk penanaman durian dibuat dengan ukuran 50 cm². Pembuatan lubang tanam dilakukan dengan cangkul atau garpu. Sebagai campuran media gunakan pupuk kandang dari kotoran ayam, kambing/domba, sapi, kerbau atau kuda dengan jumlah kurang lebih 30 – 50 kg perlubang, tergantung pada jenis dan kesuburan tanah.
c. Pemupukan
Pemupukan tanaman durian dengan pupuk oraganik dan anorganik. Pada masa awal pertumbuhan tanaman diberi pupuk yang mengandung nitrogen dan fosfor tinggi. Setelah mendekati masa produktif, gunakan pupuk yang mempunyai kandungan Kalium tinggi ditambah dengan unsur mikro, seperti Ca, Mn, Mg, Cu, Zn dan Mb.
Pemberian pupuk diulang setahun sekali, waktu pemberian pada akhir musim hujan atau awal musim kemarau.
d. Hama dan Penyakit
Untuk menanggulangi hama dan penyakit, cara yang bisa dilakukan adalah mencegah masuknya hama dan penyakit ke areal kebun dengan cara karantina bibit, memusnahkan tanaman inang, dan melakukan sanitasi kebun.
Hama yang sering menyerang tanaman durian adalah : Penggerek Batang, Penggerek Buah, Kutu Loncat, Kutu Putih, Rayap dan Ulat Daun. Sedangkan penyakit tanaman durian umumnya disebabkan oleh cendawan, beberapa penyakit tersebut diantaranya : Kanker Batang dan Mati Pucuk, Busuk Akar, Bercak Daun, Jamur Upas, Akar Putih dan Busuk Buah.
Selain itu tanaman durian juga mempunyai penyakit psikologis yang umumnya menyerang bagian daun dan buah. Beberapa penyakit tersebut adalah : Ujung Daun Mengering, Wet Core, Daging Buah Keras dan Tip Burn.
e. Panen
Penentuan waktu panen buah durian yang biasa dilakukan petani tradisional adalah dengan menunggu buah jatuh. Waktu panen buah tergantung pada jenis atau varietasnya. Pada umumnya buah durian mengalami tingkat kematangan sempurna empat bulan setelah bunga mekar.
Panen yang bertujuan untuk dijual dengan pengangkutan jarak jauh atau untuk di ekspor, pemetinkannya dilakukan pada tingkat kematangan 80 – 85 %. Cara pemanenan yang benar adalah dengan memetik atau memotong buah di pohon dengan menggunakan pisau atau galah berpisau.
Indonesia, sebagai negara agraris yang terletak di daerah tropis, merupakan negara yang kaya akan buah-buahan. Salah satu buah tropis yang mempunyai nilai jual sangat tinggi adalah durian (Durio zibethinus Murr) sehingga sempat mendapat julukan King of the Fruit. Buah durian yang banyak mengandung protein dan gizi sangat tinggi, di Indonesia, banyak dimanfaatkan sebagai buah segar, walaupun tidak sedikit yang mengolahnya menjadi berbagai makanan, seperti tempoyak, lempok, es krim dan keripik biji durian.
Penanaman dan pengelolaan kebun durian di Indonesia saat ini belumlah maksimal dan masih tertinggal jauh dibandingkan dengan Thailan dan Malaysia. Suplai buah durian di Indonesia saat ini masih banyak mengandalkan tanaman liar, baik milik rakyat maupun tanaman hutan. Ini berbeda dengan di negara Thailan dan Malaysia yang sudah banyak mengebunkan durian secara intensif sehingga banyak menghasilkan durian dengan kualitas dan kuantitas yang baik dan bisa diekspor.
Penyusunan makalah ini sengaja penulis pilih judul “Budidaya Durian”, untuk membagi ilmu penanaman durian secara intensif seperti yang dilakukan oleh para petani di Thailan dan Malaysia yang sudah mulai diadopsi ilmunya oleh para petani di Indonesia.
II. Menanam Durian
Berkebun durian komersial secara intensif, selain memerlukan modal, pengetahuan teknologi dan lokasi lahan yang cocok, juga memerlukan informasi tentang permintaan pasar dan keinginan pasar.
Modal memegang peranan yang paling penting. Pengetahuan teknologi memegang peranan dalam aspek budidaya. Pengetahuan yang dibutuhkan meliputi pemilihan varietas, pengolahan lahan, penanaman, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit dan cara mengatur pembuahan di luar musim untuk menghindari oversupply dan mendapat harga yang bagus.
Pengetahuan tentang pasar juga merupakan faktor penting. Dalam memproduksi durian, pasar yang akan dituju harus ditentukan dengan jelas. Apakah untuk pasar lokal atau ekspor. Selain menyangkut kualitas, perbedaan juga menyangkut cara penanganan pasca panen, seperti kematangan buah, keseragaman dan packaging-nya.
Tanaman durian akan tumbuh secara optimal di daerah tropis. Untuk bertanam durian secara intensif dibutuhkan tempat dengan ketinggian 600 meter diatas permukaan laut. Ketinggian tempat akan berpengaruh terhadap waktu pembungaan dan kematangan buah. Tempat yang ideal adalah yang memiliki intensitas cahaya matahari sekitar 40 – 50 % dengan suhu 22 - 30˚ C. Curah hujan yang ideal adalah 1.500 – 2.500 mm pertahun. Tempat itu juga sebaiknya memiliki bulah basah selama 9 – 11 bulan pertahun dan bulan kering selama 3 – 4 bulan untuk meransang pertumbuhan bunga.
Tanah yang cocok adalah tanah lempung berpasir yang subur dan memiliki banyak kandungan bahan organik. Jenis tanah latosol, podsolik merah kuning, atau andosol merupakan jenis tanah yang paling cocok untuk tanaman durian. Tanah yang berstektur berat seperti tanah liat, kurang bagus untuk tanaman durian karena pengeringannya sangat sulit terutama pada musim hujan.
Topografi yang baik adalah yang agak miring, tetapi tidak melebihi 35˚. Untuk lahan yang miring, kita perlu membuat terasering untuk mencegah erosi. Karena akarnya mampu menembus kedalaman sampai tiga meter, lokasi yang dipilih idealnya adalah yang memiliki kedalaman air tanah sekitar 50 – 300 cm.
Jenis dan varietas durian yang ada di Indonesia saat ini adalah : Kani, Sunan, Sukun, Petruk, Sitokong, Mas, Otong, Sihijau, Sijajang, Sidodol, Bokor, Siriwig, Perwira dan Petaling Namlung. Selain varietas tersebut, ada beberapa varietas durian dari negara tetangga yang bersifat unggul yang sudah ditanam oleh petani di Indonesia, diantaranya : Monthong, Chanee, Kan Yao dan Kradhum Thong, yang kesemua itu berasal dari Thailand.
a. Memilih Bibit
Pemilihan bibit merupakan faktor yang sangat penting dalam berkebun durian. Untuk lebih memastikan jenis dan varietas bibit yang akan ditanam, carilah bibit di petani atau pedagang yang sudah mempunyai kredibilitas dan benar-benar mempunyai pohon induk sendiri serta sudah mendapatkan sertifikat dari Departemen Pertanian. Cara lain dengan membuat bibit sendiri menggunakan batang atas dari pohon induk yang benar-benar terjaga keaslian dan kualitasnya.
Bibit durian yang baik mempunyai ciri-ciri : Keadaan tanaman subur, segar, sehat, daunnya banyak, batangnya kokoh, bebas hama dan penyakit, mempunyai percabangan 2 – 4 arah dan menunjukkan perkembangan tunas baru. Ham dan penyakit dapat dilihat langsung di daun dan batang tanaman. Tanaman yang sehat menunjukkan tidak ada binatang, hama atau jamur yang menempel di tanaman. Bekas serangannya pun tidak ada.
b. Mempersiapkan Lahan
Mempersiapkan lahan terutama ditujukan untuk usaha penanaman durian dalam skala besar atau di kebun yang luas. Lahan dibersihkan dari tanaman keras yang dapat menghalangi sinar matahari. Selain agar tidak menghalangi sinar matahari langsung juga untuk menghindari persaingan dalam perebutan unsur hara.
Rumput dan alang-alang juga diberantas dengan menyemprotkan obat-obatan pembasmi atau dengan menanam rabuh hijau atau cover crop, seperti kacang-kacangan, yang dapat menghambat dan mematikan rumput dan alang-alang serta gulma lainnya. Selain itu, rabuk hijau juga dapat mempertahankan kelembaban tanah dan mengurangi penguapan air pada musim kemarau.
Lahan yang terlalu miring sebaiknya dibuat terasering, sedangkan lahan yang luas dan datar harus dibuat saluran-saluran pembuangan air untuk memudahkan pembuangan air saat musim hujan.
Pengaturan jarak tanam juga lebih ditujukan untuk penanaman durian dalam skala besar. Jarak tanam ini tergantung pada jenis, varietas, lokasi lahan dan jenis tanah. Jarak tanam ini paling ideal karena jika kurang dari jarak tersebut tanaman akan saling berebut unsur hara, penyebaran penyakit lebih mudah dan sinar matahari tidak efektif menembus tanaman karena terlalu rapat. Selain jarak tanam, pola penanaman juga perlu diatur supaya kebun kelihatan rapi dan teratur.
Untuk penanaman durian dalam skala yang luas di tempat terbuka, mutlak diperlukan tanaman pelindung untuk melindungi tanaman dari sinar matahari yang terik dan untuk memecah atau meminimalkan pengaruh angin.
Lubang tanam untuk penanaman durian dibuat dengan ukuran 50 cm². Pembuatan lubang tanam dilakukan dengan cangkul atau garpu. Sebagai campuran media gunakan pupuk kandang dari kotoran ayam, kambing/domba, sapi, kerbau atau kuda dengan jumlah kurang lebih 30 – 50 kg perlubang, tergantung pada jenis dan kesuburan tanah.
c. Pemupukan
Pemupukan tanaman durian dengan pupuk oraganik dan anorganik. Pada masa awal pertumbuhan tanaman diberi pupuk yang mengandung nitrogen dan fosfor tinggi. Setelah mendekati masa produktif, gunakan pupuk yang mempunyai kandungan Kalium tinggi ditambah dengan unsur mikro, seperti Ca, Mn, Mg, Cu, Zn dan Mb.
Pemberian pupuk diulang setahun sekali, waktu pemberian pada akhir musim hujan atau awal musim kemarau.
d. Hama dan Penyakit
Untuk menanggulangi hama dan penyakit, cara yang bisa dilakukan adalah mencegah masuknya hama dan penyakit ke areal kebun dengan cara karantina bibit, memusnahkan tanaman inang, dan melakukan sanitasi kebun.
Hama yang sering menyerang tanaman durian adalah : Penggerek Batang, Penggerek Buah, Kutu Loncat, Kutu Putih, Rayap dan Ulat Daun. Sedangkan penyakit tanaman durian umumnya disebabkan oleh cendawan, beberapa penyakit tersebut diantaranya : Kanker Batang dan Mati Pucuk, Busuk Akar, Bercak Daun, Jamur Upas, Akar Putih dan Busuk Buah.
Selain itu tanaman durian juga mempunyai penyakit psikologis yang umumnya menyerang bagian daun dan buah. Beberapa penyakit tersebut adalah : Ujung Daun Mengering, Wet Core, Daging Buah Keras dan Tip Burn.
e. Panen
Penentuan waktu panen buah durian yang biasa dilakukan petani tradisional adalah dengan menunggu buah jatuh. Waktu panen buah tergantung pada jenis atau varietasnya. Pada umumnya buah durian mengalami tingkat kematangan sempurna empat bulan setelah bunga mekar.
Panen yang bertujuan untuk dijual dengan pengangkutan jarak jauh atau untuk di ekspor, pemetinkannya dilakukan pada tingkat kematangan 80 – 85 %. Cara pemanenan yang benar adalah dengan memetik atau memotong buah di pohon dengan menggunakan pisau atau galah berpisau.
PENANGANAN PASCA PANEN PADI Oriza Sativa
I. Pendahuluan
Padi sebenarnya bukanlah hal baru bagi manusia, termasuk di Indonesia. Sudah sejak dahulu nenek monyang kita membudidayakannya. Sejarah dunia pertanian mengalami lompatan yang sangat berarti, dari pertanian tradisional menuju pertanian modern.
Beras yang dihasilkan dari tanaman padi merupakan makanan pokok lebih dari separuh penduduk Asia. Sekitar 1.750 juta jiwa dari sekitar tiga milyar penduduk Asia, termasuk 200 juta penduduk Indonesia, menggantungkan kebutuhan kalorinya dari beras. Sementara di Afrika dan Amerika Latin yang berpenduduk sekitar 1,2 milyar, 100 juta di antaranyapun hidup dari beras.
Di Indonesia, beras bukan hanya sekedar komoditas pangan, tetapi juga merupakan komoditas strategis yang memiliki sensitivitas politik, ekonomi dan kerawanan sosial yang tinggi. Demikian tergantunya penduduk Indonesia pada beras, maka sedikit saja terjadi gangguan produksi beras, maka pasokan menjadi terganggu dan harga jual meningkat.
Petani di daerah kita pada umumnya enggan melakukan penanganan pasca penen. Hal ini selain disebabkan karena kurangnya modal usaha yang berujung pada rasa ingin segera memasarkan hasil pertanian juga disebabkan karena kurangnya pengetahuan tentangan penanganan pasca panen itu sendiri. Penanganan hasil pertanian yang selama ini sering dilakukan petani hanyalah sekedar menjemur untuk menghilangkan kadar air yang terdapat di kulit luar produk itu sendiri, seperti padi, kacang tanah, jagung, kedelai dan lain-lain.
II. Panen
a. Saat Panen
Panen merupakan saat yang ditunggu-tunggu oleh setiap petani. Panen merupakan kegiatan akhir dari proses produksi di lapangan dan faktor penentu proses selanjutnya. Pemanenan dan penanganan pasca panen perlu dicermati untuk dapat mempertahankan mutu sehingga dapat memenuhi spesifikasi yang diminta konsumen. Penanganan yang kurang hati-hati akan berpengaruh terhadap mutu dan penampilan produk yang berdampak kepada pemasaran.
Sekitar sepuluh hari sebelum panen, sawah harus dikeringkan agar masaknya padi berlangsung serentak. Selain itu, keringnya sawah akan lebih memudahkan pemanenan. Pemanenan padi harus dilakukan pada saat yang tepat. Panen yang terlalu cepat dapat menyebabkan kualitas butir gabah menjadi rendah, yaitu banyak butir hijau atau butir berkapur. Bila hal ini yang terjadi, nantinya akan diperoleh beras yang mudah hancur saat digiling. Sebaliknya, panen yang terlambat dapat menurunkan produksi karena banyak butir gabah yang sudah dimakan burung atau tikus.
Secara umum padi dikatakan sudah siap panen bila butir gabah yang sudah menguning sudah mencapai sekitar 80 % dan tangkainya sudah menunduk. Tangkai padi menunduk karena sarat dengan butir gabah bernas. Untuk lebih memastikan padi sudah siap panen adalah dengan cara menekan butir gabah. Bila butirannya sudah keras berisi maka saat itu paling tepat untuk dipanen.
b. Cara Panen
Secara tradisional padi dipanen dengan ketam. Hanya saja panen dengan alat ketam tersebut agak lambat dan perlu banyak tenaga kerja sehingga tidak efisien. Agar panen dapat berlangsung cepat, alat yang digunakan adalah sabit. Dikatakan cepat karena hanya dengan empat tenaga kerja saja luas areal padi yang dapat dipanen dapat mencapai 2.500 m² untuk waktu setengah hari. Sementara panen dengan ketam memerlukan sepuluh tenaga kerja untuk areal yang sama, tetapi waktunya 2 hari. Panen dengan sabit ini hanya disisakan batang setinggi 20 cm dari permukaan tanah.
c. Perontokan
Setelah dipanen, gabah harus segera dirontokkan dari malainya. Tempat perontokan dapat langsung dilakukan di lahan atau di halaman rumah setelah diangkut ke rumah. Perontokan ini dapat dilakukan dengan perontok bermesin ataupun dengan tenaga manusia. Bila menggunakan mesin, perontokan dilakukan dengan menyentuhkan malai padi ke gerigi alat yang berputar. Sementara perontokan dengan tenaga manusia dilakukan dengan cara batang padi dipukul-pukulkan, malai padipun dapat diinjak-injak agar gabah rontok.
Untuk mengantisipasi agar gabah tidak terbuang saat perontokan maka tempat perontokan harus diberi alas dari anyaman bambu atau lembaran plastik tebal (terpal). Dengan alas tersebut maka seluruh gabah diharapkan dapat tertampung.
Setelah dirontokkan, butir-butir gabah dikumpulkan di gudang penyimpanan sementara. Oleh karena tidak semua petani memiliki gudang sementara, pengumpulan dapat dilakukan di teras rumah atau bagian lain dari rumah yang tidak terpakai. Gabah tersebut tidak perlu dimasukkan dalam karung, tetapi cukup ditumpuk setinggi maksimal 50 cm.
III. Pasca Panen
a. Pengeringan
Agar tahan lama disimpan dan dapat digiling menjadi beras, maka gabah harus dikeringkan. Pengeringan gabah umumnya dilakukan di bawah sinar matahari. Gabah yang dikeringkan ini dihamparkan di atas lantai semen terbuka. Penggunaan lantai semen terbuka ini agar sinar matahari dapat secara penuh diterima gabah. Bila tidak memiliki halaman atau tempat terbuka yang disemen maka halaman tanah pun dapat dipakai untuk penjemuran. Namun, gabah perlu diletakkan pada alas anyaman bambu, tikar atau lembaran plastik tebal. Hal ini dilakukan agar gabah tidak bercampur dengan tanah.
Lama jemuran tergantung iklim dan cuaca, bila cuaca cerah dan matahari bersinar penuh sepanjang hari, penjemuran hanya berlangsung sekitar 2 – 3 hari. Namun, bila keadaan cuaca terkadang mendung atau gerimis dan terkadang panas. Waktu penjemurannya dapat berlangsung lama, sekitar seminggu.
b. Penggilingan
Penggilingan dalam pasca panen padi merupakan kegiatan memisahkan beras dari kulit yang membungkusnya. Pemisahan secara tradisional menggunakan alat sederhana, yaitu lesung dan alu. Lesung terbuat dari kayu utuh yang diceruk mirip perahu. Cerukan pada kayu tersebut berfungsi sebagai tempat gabah ditumbuk. Sementara alu merupakan pasangan dari lesung sebagai alat penumbuk gabah. Alu tersebut terbuat dari kayu yang bentuknya bulat panjang seperti pipa.
Mesin Penggiling "BANGKIT" yang kapasitas 350 kg/jam, Berat 220 Kg sangat cocok digunakan usaha pertanian agroindustri beras dalam usaha kecil
Kendala penggilingan gabah secara tradisional adalah pengerjaannya sangat lambat, tenaga kerja yang memadai tidak tersedia dan alatnya sulit dijumpai. Saat ini kebanyakan lesung dan alu sudah menghilang dari kehidupan petani padi karena kehadiran alat penggiling yang praktis dan daya kerjanya cepat.
Pemisahan beras dari kulitnya dapat dilakukan dengan cara modern atau dengan alat penggiling. Alat yang sering digunakan berupa hulle. Hasil yang diperoleh pada penggilingan dengan alat penggiling gabah ini sama dengan cara tradisional, yaitu pada tahap pertama diperoleh beras pecah kulit. Pada penggilingan tahap kedua, beras akan menjadi putih bersih.
c. Penyimpanan Beras
Beras organik yang sudah digiling secara tradisional maupun modern dapat langsung dipasarkan. Namun, karena umumnya beras tidak langsung dapat dipasarkan seluruhnya maka perlu ada tempat penyimpanan. Teknik penyimpanan beras harus diperhatikan agar kondisinya tetap bagus hingga saatnya akan dijual.
Umumnya beras disimpan di gudang setelah dikemas dalam karung plastik berukuran 40 Kg atau 50 Kg. Pengemasan dalam karung ini dilakukan secara manual oleh petani. Bagian karung yang terbuka dijahit tangan hingga tertutup rapat.
Dalam gudang penyimpanan dapat saja beras diserang oleh hama bubuk. Biasanya hama bubuk ini menyerang beras yang tidak kering benar saat pengeringan. Hama bubuk tidak menyukai beras yang kering karena keras. Selain itu, hama bubuk pun menyukai tempat lembab sehingga ruangan gudang harus kering, yang dilengkapi dengan ventilasi udara.
Penumpukan karung berisi beras di dalam gudang pun harus ditata sedemikian rupa agar beras yang sudah lebih dahulu disimpan dapat mudah keluar lebih awal. Akan lebih baik lagi bila setiap karung diberi tanda khusus seperti tanggal penyimpanan.
d. Pemasaran
Ada dua cara pemasaran beras di Indonesia, pertama petani menjual langsung di lahan pada saat sudah siap panen kepada pedagang pengumpul yang disebut penebas. Penebas inilah yang akan memanen dan mengolahnya lebih lanjut menjadi beras. Kedua, petani sendiri yang memanen, mengeringkan, lalu menjualnya ke pedagang pengumpul, baik berupa gabah kering giling atau sudah menjadi beras.
Penjualan beras biasanya dilakukan petani langsung kepada pedagang beras di pasar, dititipkan ke pasar swalayan atau dijual langsung ke konsumen.
Bila dijual langsung ke pedagang beras di pasar, keuntungan yang diperoleh hanyalah berupa uang kontan, kerugiannya adalah harga yang diperoleh tidak maksimal karena pedagangpun harus mengambil keuntungan saat dipasarkan lebih lanjut.
Bila dititipkan di pasar swalayan, keuntungan yang diperoleh berupa harga jual yang lebih tinggi. Hanya saja pembayarannya tidak dilakukan secara tunai, melainkan setelah beras tersebut laku terjual. Beras yang dititipkan dikemas dalam plastik yang sudah dilengkapi dengan label.
Bila dijual langsung ke konsumen, harganya memang sama dengan harga jual ke pasar swalayan, bahkan dapat lebih tinggi. Dari segi usaha cara ini kurang praktis karena petani harus mendatangi konsumen satu persatu.
Padi sebenarnya bukanlah hal baru bagi manusia, termasuk di Indonesia. Sudah sejak dahulu nenek monyang kita membudidayakannya. Sejarah dunia pertanian mengalami lompatan yang sangat berarti, dari pertanian tradisional menuju pertanian modern.
Beras yang dihasilkan dari tanaman padi merupakan makanan pokok lebih dari separuh penduduk Asia. Sekitar 1.750 juta jiwa dari sekitar tiga milyar penduduk Asia, termasuk 200 juta penduduk Indonesia, menggantungkan kebutuhan kalorinya dari beras. Sementara di Afrika dan Amerika Latin yang berpenduduk sekitar 1,2 milyar, 100 juta di antaranyapun hidup dari beras.
Di Indonesia, beras bukan hanya sekedar komoditas pangan, tetapi juga merupakan komoditas strategis yang memiliki sensitivitas politik, ekonomi dan kerawanan sosial yang tinggi. Demikian tergantunya penduduk Indonesia pada beras, maka sedikit saja terjadi gangguan produksi beras, maka pasokan menjadi terganggu dan harga jual meningkat.
Petani di daerah kita pada umumnya enggan melakukan penanganan pasca penen. Hal ini selain disebabkan karena kurangnya modal usaha yang berujung pada rasa ingin segera memasarkan hasil pertanian juga disebabkan karena kurangnya pengetahuan tentangan penanganan pasca panen itu sendiri. Penanganan hasil pertanian yang selama ini sering dilakukan petani hanyalah sekedar menjemur untuk menghilangkan kadar air yang terdapat di kulit luar produk itu sendiri, seperti padi, kacang tanah, jagung, kedelai dan lain-lain.
II. Panen
a. Saat Panen
Panen merupakan saat yang ditunggu-tunggu oleh setiap petani. Panen merupakan kegiatan akhir dari proses produksi di lapangan dan faktor penentu proses selanjutnya. Pemanenan dan penanganan pasca panen perlu dicermati untuk dapat mempertahankan mutu sehingga dapat memenuhi spesifikasi yang diminta konsumen. Penanganan yang kurang hati-hati akan berpengaruh terhadap mutu dan penampilan produk yang berdampak kepada pemasaran.
Sekitar sepuluh hari sebelum panen, sawah harus dikeringkan agar masaknya padi berlangsung serentak. Selain itu, keringnya sawah akan lebih memudahkan pemanenan. Pemanenan padi harus dilakukan pada saat yang tepat. Panen yang terlalu cepat dapat menyebabkan kualitas butir gabah menjadi rendah, yaitu banyak butir hijau atau butir berkapur. Bila hal ini yang terjadi, nantinya akan diperoleh beras yang mudah hancur saat digiling. Sebaliknya, panen yang terlambat dapat menurunkan produksi karena banyak butir gabah yang sudah dimakan burung atau tikus.
Secara umum padi dikatakan sudah siap panen bila butir gabah yang sudah menguning sudah mencapai sekitar 80 % dan tangkainya sudah menunduk. Tangkai padi menunduk karena sarat dengan butir gabah bernas. Untuk lebih memastikan padi sudah siap panen adalah dengan cara menekan butir gabah. Bila butirannya sudah keras berisi maka saat itu paling tepat untuk dipanen.
b. Cara Panen
Secara tradisional padi dipanen dengan ketam. Hanya saja panen dengan alat ketam tersebut agak lambat dan perlu banyak tenaga kerja sehingga tidak efisien. Agar panen dapat berlangsung cepat, alat yang digunakan adalah sabit. Dikatakan cepat karena hanya dengan empat tenaga kerja saja luas areal padi yang dapat dipanen dapat mencapai 2.500 m² untuk waktu setengah hari. Sementara panen dengan ketam memerlukan sepuluh tenaga kerja untuk areal yang sama, tetapi waktunya 2 hari. Panen dengan sabit ini hanya disisakan batang setinggi 20 cm dari permukaan tanah.
c. Perontokan
Setelah dipanen, gabah harus segera dirontokkan dari malainya. Tempat perontokan dapat langsung dilakukan di lahan atau di halaman rumah setelah diangkut ke rumah. Perontokan ini dapat dilakukan dengan perontok bermesin ataupun dengan tenaga manusia. Bila menggunakan mesin, perontokan dilakukan dengan menyentuhkan malai padi ke gerigi alat yang berputar. Sementara perontokan dengan tenaga manusia dilakukan dengan cara batang padi dipukul-pukulkan, malai padipun dapat diinjak-injak agar gabah rontok.
Untuk mengantisipasi agar gabah tidak terbuang saat perontokan maka tempat perontokan harus diberi alas dari anyaman bambu atau lembaran plastik tebal (terpal). Dengan alas tersebut maka seluruh gabah diharapkan dapat tertampung.
Setelah dirontokkan, butir-butir gabah dikumpulkan di gudang penyimpanan sementara. Oleh karena tidak semua petani memiliki gudang sementara, pengumpulan dapat dilakukan di teras rumah atau bagian lain dari rumah yang tidak terpakai. Gabah tersebut tidak perlu dimasukkan dalam karung, tetapi cukup ditumpuk setinggi maksimal 50 cm.
III. Pasca Panen
a. Pengeringan
Agar tahan lama disimpan dan dapat digiling menjadi beras, maka gabah harus dikeringkan. Pengeringan gabah umumnya dilakukan di bawah sinar matahari. Gabah yang dikeringkan ini dihamparkan di atas lantai semen terbuka. Penggunaan lantai semen terbuka ini agar sinar matahari dapat secara penuh diterima gabah. Bila tidak memiliki halaman atau tempat terbuka yang disemen maka halaman tanah pun dapat dipakai untuk penjemuran. Namun, gabah perlu diletakkan pada alas anyaman bambu, tikar atau lembaran plastik tebal. Hal ini dilakukan agar gabah tidak bercampur dengan tanah.
Lama jemuran tergantung iklim dan cuaca, bila cuaca cerah dan matahari bersinar penuh sepanjang hari, penjemuran hanya berlangsung sekitar 2 – 3 hari. Namun, bila keadaan cuaca terkadang mendung atau gerimis dan terkadang panas. Waktu penjemurannya dapat berlangsung lama, sekitar seminggu.
b. Penggilingan
Penggilingan dalam pasca panen padi merupakan kegiatan memisahkan beras dari kulit yang membungkusnya. Pemisahan secara tradisional menggunakan alat sederhana, yaitu lesung dan alu. Lesung terbuat dari kayu utuh yang diceruk mirip perahu. Cerukan pada kayu tersebut berfungsi sebagai tempat gabah ditumbuk. Sementara alu merupakan pasangan dari lesung sebagai alat penumbuk gabah. Alu tersebut terbuat dari kayu yang bentuknya bulat panjang seperti pipa.
Mesin Penggiling "BANGKIT" yang kapasitas 350 kg/jam, Berat 220 Kg sangat cocok digunakan usaha pertanian agroindustri beras dalam usaha kecil
Kendala penggilingan gabah secara tradisional adalah pengerjaannya sangat lambat, tenaga kerja yang memadai tidak tersedia dan alatnya sulit dijumpai. Saat ini kebanyakan lesung dan alu sudah menghilang dari kehidupan petani padi karena kehadiran alat penggiling yang praktis dan daya kerjanya cepat.
Pemisahan beras dari kulitnya dapat dilakukan dengan cara modern atau dengan alat penggiling. Alat yang sering digunakan berupa hulle. Hasil yang diperoleh pada penggilingan dengan alat penggiling gabah ini sama dengan cara tradisional, yaitu pada tahap pertama diperoleh beras pecah kulit. Pada penggilingan tahap kedua, beras akan menjadi putih bersih.
c. Penyimpanan Beras
Beras organik yang sudah digiling secara tradisional maupun modern dapat langsung dipasarkan. Namun, karena umumnya beras tidak langsung dapat dipasarkan seluruhnya maka perlu ada tempat penyimpanan. Teknik penyimpanan beras harus diperhatikan agar kondisinya tetap bagus hingga saatnya akan dijual.
Umumnya beras disimpan di gudang setelah dikemas dalam karung plastik berukuran 40 Kg atau 50 Kg. Pengemasan dalam karung ini dilakukan secara manual oleh petani. Bagian karung yang terbuka dijahit tangan hingga tertutup rapat.
Dalam gudang penyimpanan dapat saja beras diserang oleh hama bubuk. Biasanya hama bubuk ini menyerang beras yang tidak kering benar saat pengeringan. Hama bubuk tidak menyukai beras yang kering karena keras. Selain itu, hama bubuk pun menyukai tempat lembab sehingga ruangan gudang harus kering, yang dilengkapi dengan ventilasi udara.
Penumpukan karung berisi beras di dalam gudang pun harus ditata sedemikian rupa agar beras yang sudah lebih dahulu disimpan dapat mudah keluar lebih awal. Akan lebih baik lagi bila setiap karung diberi tanda khusus seperti tanggal penyimpanan.
d. Pemasaran
Ada dua cara pemasaran beras di Indonesia, pertama petani menjual langsung di lahan pada saat sudah siap panen kepada pedagang pengumpul yang disebut penebas. Penebas inilah yang akan memanen dan mengolahnya lebih lanjut menjadi beras. Kedua, petani sendiri yang memanen, mengeringkan, lalu menjualnya ke pedagang pengumpul, baik berupa gabah kering giling atau sudah menjadi beras.
Penjualan beras biasanya dilakukan petani langsung kepada pedagang beras di pasar, dititipkan ke pasar swalayan atau dijual langsung ke konsumen.
Bila dijual langsung ke pedagang beras di pasar, keuntungan yang diperoleh hanyalah berupa uang kontan, kerugiannya adalah harga yang diperoleh tidak maksimal karena pedagangpun harus mengambil keuntungan saat dipasarkan lebih lanjut.
Bila dititipkan di pasar swalayan, keuntungan yang diperoleh berupa harga jual yang lebih tinggi. Hanya saja pembayarannya tidak dilakukan secara tunai, melainkan setelah beras tersebut laku terjual. Beras yang dititipkan dikemas dalam plastik yang sudah dilengkapi dengan label.
Bila dijual langsung ke konsumen, harganya memang sama dengan harga jual ke pasar swalayan, bahkan dapat lebih tinggi. Dari segi usaha cara ini kurang praktis karena petani harus mendatangi konsumen satu persatu.
BUDIDAYA TANAMAN JAGUNG
A. Pendahuluan.
Krisis ekonomi yang berkepanjangan membuat hampir semua lapisan masyarakat ‘kalang kabut’, terutama yang paling merasakannya adalah kelompok masyarakat ekonomi menengah ke bawah, seperti Petani. Banyak hal yang selama ini terabaikan kini mulai dijamah kembali. Sekedar untuk mencukupi kebutuhan hidup dan menambah kekurangan. Karena itu untuk bahan seminar ini penulis sengaja mengambil tema “ Budidaya Tanaman Jagung Sebagai Salah Satu Alternatif Untuk Menopang Ekonoi Keluarga”.
Masalah ini sangat jarang dibicarakan dalam form-forum ilmiah seperti seminar ini, padahal jagung merupakan salah satu produk andalan yang proses budidayanya sangat mudah, murah dan menghasilkan keuntungan yang besar bagi petani. Apalagi jika diusahakan secara intensif dan dipasarkan secara distributif.
Selama ini jagung disepelekan, ditanam hanya untuk sekedar mendapat ‘jagung rebus’. Karena itu melalui seminar ini, penulis mencoba membuka wawasan para peserta untuk melihat sisi-sisi yang menguntungkan dari budidaya jagung.
Namun tentu saja dalam makalah seminar ini, penulis tidak menjelaskan perihal jagung secara mendetil, tetapi hanya bagian-bagian yang pokok.
A. Gambaran Umum Tanaman Jagung
1. Marfologi Tanaman Jagung
a. Akar :
Tanaman jagung berakar serabut, menyebar kesamping dan kebawah sepanjang ± 25 cm. Penyebarannya pada lapisan olah tanah.
b. Batang :
Batang tanaman jagung berwarna hijau sampai keungu-unguan, berbentuk bulat, tinggi tanaman bervariasi antara 125 – 250 cm. Batang berbuku-buku dan dibatasi oleh ruas-ruas.
c. Daun :
Daun jagung terdiri atas pelepah daun dan helaian daun. Jumlah daun 10 – 20 helai tiap tanaman. Helaian daun memanjang dengan ujung daun meruncing. Kedudukan antara 1 daun dengan daun lainnya berlawanan.
d. Bunga :
Bunga jagung berumah satu, dimana rumah daun jantan terletak terpisah dengan bunga betina pada dahan yang sama. Bunga jantan pada ujung tanaman (malai), bunga betina berada pada ketiak daun (tongkol), yang biasa disebut “rambut jagung”. Penyerbukan dihasilkan dengan bersatunya tepung sari pada rambut, 95 % terjadi perkawinan silang dan 5 % perkawinan sendiri.
e. Biji :
Biji jagung tersusun rapi pada tongkol, pada setiap tanaman jagung ada sebuah tongkol kadang-kadang ada dua. Setiap tongkol terdiri atas 10 – 14 deret, dan terdiri ± 200 – 400 butir.
2. Jenis dan Varietas Jagung
Pemilihan varietas diarahkan untuk varietas unggul yang dapat memberi hasil tinggi yang dapat memberi keuntungan besar bagi petani. Varietas jagung yang ideal dicirikan sebagai berikut :
Hasil biji persatuan luas tinggi
Tanggap terhadap pemupukan
Umur pendek
Berdaya hasil tinggi
Toleran terhadap hama dan penyakit
Beradaptasi dengan baik pada berbagai lingkungan
Tegap dan tahan rebah
Tanaman pendek
Kulit jagung menutup tongkol dengan rapat
Biji keras dengan warna rata
Kandungan protein biji cukup tinggi
Jenis-jenis varietas jagung :
- Bima
- Arjuna
- Kania Putih
- Malin
- Jawa Timur Kuning
- Harapan, dan lain-lain
B. Tanah dan Iklim
Tanaman jagung dapat tumbuh dengan baik hampir pada semua jenis tanah. Tetapi tanaman ini akan tumbuh dengan lebih baik pada tanah yang lebih gembur, kaya akan humus.
- Jagung tumbuh baik pada Ph tanah antara 5,5 – 7,0 . tanaman ini tumbuh dengan baik pada ketinggian 0 – 1300 m diatas permukaan laut.
- Jagung tumbuh baik pada iklim Padah – sedang, tumguh baik pada temperatur pada 23° - 27° C.
C. Analisis Pasar
Tujuan diadakannya Analisis Pasar adalah :
Dapat mengetahui keadaan pasar yang tepat
Selalu dapat mengontrol harga suatu komoditi
Mengetahui jumlah modal yang ditanamkan
Dapat merangsang petani dalan berusaha
Segala keuntungan mudah diketahui
Kerugian dapat diperkecil dan pemasaran dapat dilakukan dengan baik
Mengetahui kebutuhan pasar
Dapat mengira bulan – bulan apa saja harga jagung meningkat
D. Budidaya Jagung
1. Memilih Benih yang Baik
Benih yang baik adalah benih dari suatu jenis tanaman yang dihasilkan dari suatu varietas yang mempunyai persyaratan sebagai berikut :
Daya adaptasi tinggi pada kondisi tertentu
Kemurniannya baik
Daya hasilnya baik
Mempunyai sifat agronomik yang diinginkan
Tahan terhadap hama dan penyakit
2. Menentukan Jarak Tanam
Jarak antara tanaman diusahakan teratur agar ruang tumnbuh tanaman seragam dan pemeliharaan tanaman mudah. Populasi optimal dari beberapa varietas sekitar 50.000 Ton/tahun, dengan menggunakan jarak tanam 100 x 40 cm ( 2 tanaman pelubang). Atau 100 x 20 cm ( 1 tanaman per lubang), atau 25 x 75 cm ( 1 tanaman per lubang).
3. Cara Menanam Tanaman Jagung
Waktu tanam yang baik adalah :
Di Tegalan :
Musim Labuhan (permulaan musim hujan : september – November ), penanaman dapat juga dilakukan pada musim Marengan (saat musim hujan hampir berakhir : Februari – April).
Di Sawah :
Dapat ditanam pada musim Labuhan, musim marengan dan musim kemarau.
- Penanaman pada musim Labuhan dipilih varietas Genjah, sehingga tersedia waktu untuk persiapan penanaman padi.
- Penanaman dapat dilakukan secara tugal sedalam 3 – 5 cm setiap lubang diisi 2 - 3 biji.
E. Faktor yang mempengaruhi Tingginya Hasil Jagung
Tanah dan dan Kesuburan tanah
Persiapan tanah
Benih yang bagus
Waktu tanam yang tepat
Pengendalian hama dan penyakit
Krisis ekonomi yang berkepanjangan membuat hampir semua lapisan masyarakat ‘kalang kabut’, terutama yang paling merasakannya adalah kelompok masyarakat ekonomi menengah ke bawah, seperti Petani. Banyak hal yang selama ini terabaikan kini mulai dijamah kembali. Sekedar untuk mencukupi kebutuhan hidup dan menambah kekurangan. Karena itu untuk bahan seminar ini penulis sengaja mengambil tema “ Budidaya Tanaman Jagung Sebagai Salah Satu Alternatif Untuk Menopang Ekonoi Keluarga”.
Masalah ini sangat jarang dibicarakan dalam form-forum ilmiah seperti seminar ini, padahal jagung merupakan salah satu produk andalan yang proses budidayanya sangat mudah, murah dan menghasilkan keuntungan yang besar bagi petani. Apalagi jika diusahakan secara intensif dan dipasarkan secara distributif.
Selama ini jagung disepelekan, ditanam hanya untuk sekedar mendapat ‘jagung rebus’. Karena itu melalui seminar ini, penulis mencoba membuka wawasan para peserta untuk melihat sisi-sisi yang menguntungkan dari budidaya jagung.
Namun tentu saja dalam makalah seminar ini, penulis tidak menjelaskan perihal jagung secara mendetil, tetapi hanya bagian-bagian yang pokok.
A. Gambaran Umum Tanaman Jagung
1. Marfologi Tanaman Jagung
a. Akar :
Tanaman jagung berakar serabut, menyebar kesamping dan kebawah sepanjang ± 25 cm. Penyebarannya pada lapisan olah tanah.
b. Batang :
Batang tanaman jagung berwarna hijau sampai keungu-unguan, berbentuk bulat, tinggi tanaman bervariasi antara 125 – 250 cm. Batang berbuku-buku dan dibatasi oleh ruas-ruas.
c. Daun :
Daun jagung terdiri atas pelepah daun dan helaian daun. Jumlah daun 10 – 20 helai tiap tanaman. Helaian daun memanjang dengan ujung daun meruncing. Kedudukan antara 1 daun dengan daun lainnya berlawanan.
d. Bunga :
Bunga jagung berumah satu, dimana rumah daun jantan terletak terpisah dengan bunga betina pada dahan yang sama. Bunga jantan pada ujung tanaman (malai), bunga betina berada pada ketiak daun (tongkol), yang biasa disebut “rambut jagung”. Penyerbukan dihasilkan dengan bersatunya tepung sari pada rambut, 95 % terjadi perkawinan silang dan 5 % perkawinan sendiri.
e. Biji :
Biji jagung tersusun rapi pada tongkol, pada setiap tanaman jagung ada sebuah tongkol kadang-kadang ada dua. Setiap tongkol terdiri atas 10 – 14 deret, dan terdiri ± 200 – 400 butir.
2. Jenis dan Varietas Jagung
Pemilihan varietas diarahkan untuk varietas unggul yang dapat memberi hasil tinggi yang dapat memberi keuntungan besar bagi petani. Varietas jagung yang ideal dicirikan sebagai berikut :
Hasil biji persatuan luas tinggi
Tanggap terhadap pemupukan
Umur pendek
Berdaya hasil tinggi
Toleran terhadap hama dan penyakit
Beradaptasi dengan baik pada berbagai lingkungan
Tegap dan tahan rebah
Tanaman pendek
Kulit jagung menutup tongkol dengan rapat
Biji keras dengan warna rata
Kandungan protein biji cukup tinggi
Jenis-jenis varietas jagung :
- Bima
- Arjuna
- Kania Putih
- Malin
- Jawa Timur Kuning
- Harapan, dan lain-lain
B. Tanah dan Iklim
Tanaman jagung dapat tumbuh dengan baik hampir pada semua jenis tanah. Tetapi tanaman ini akan tumbuh dengan lebih baik pada tanah yang lebih gembur, kaya akan humus.
- Jagung tumbuh baik pada Ph tanah antara 5,5 – 7,0 . tanaman ini tumbuh dengan baik pada ketinggian 0 – 1300 m diatas permukaan laut.
- Jagung tumbuh baik pada iklim Padah – sedang, tumguh baik pada temperatur pada 23° - 27° C.
C. Analisis Pasar
Tujuan diadakannya Analisis Pasar adalah :
Dapat mengetahui keadaan pasar yang tepat
Selalu dapat mengontrol harga suatu komoditi
Mengetahui jumlah modal yang ditanamkan
Dapat merangsang petani dalan berusaha
Segala keuntungan mudah diketahui
Kerugian dapat diperkecil dan pemasaran dapat dilakukan dengan baik
Mengetahui kebutuhan pasar
Dapat mengira bulan – bulan apa saja harga jagung meningkat
D. Budidaya Jagung
1. Memilih Benih yang Baik
Benih yang baik adalah benih dari suatu jenis tanaman yang dihasilkan dari suatu varietas yang mempunyai persyaratan sebagai berikut :
Daya adaptasi tinggi pada kondisi tertentu
Kemurniannya baik
Daya hasilnya baik
Mempunyai sifat agronomik yang diinginkan
Tahan terhadap hama dan penyakit
2. Menentukan Jarak Tanam
Jarak antara tanaman diusahakan teratur agar ruang tumnbuh tanaman seragam dan pemeliharaan tanaman mudah. Populasi optimal dari beberapa varietas sekitar 50.000 Ton/tahun, dengan menggunakan jarak tanam 100 x 40 cm ( 2 tanaman pelubang). Atau 100 x 20 cm ( 1 tanaman per lubang), atau 25 x 75 cm ( 1 tanaman per lubang).
3. Cara Menanam Tanaman Jagung
Waktu tanam yang baik adalah :
Di Tegalan :
Musim Labuhan (permulaan musim hujan : september – November ), penanaman dapat juga dilakukan pada musim Marengan (saat musim hujan hampir berakhir : Februari – April).
Di Sawah :
Dapat ditanam pada musim Labuhan, musim marengan dan musim kemarau.
- Penanaman pada musim Labuhan dipilih varietas Genjah, sehingga tersedia waktu untuk persiapan penanaman padi.
- Penanaman dapat dilakukan secara tugal sedalam 3 – 5 cm setiap lubang diisi 2 - 3 biji.
E. Faktor yang mempengaruhi Tingginya Hasil Jagung
Tanah dan dan Kesuburan tanah
Persiapan tanah
Benih yang bagus
Waktu tanam yang tepat
Pengendalian hama dan penyakit
Subscribe to:
Posts (Atom)