I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang penduduknya sebagian besar bermata pencaharian pada sektor pertanian, sehingga peranan sektor pertanian dalam menunjang pembangunan nasional perlu dikembangkan. Pembangunan sektor pertanian tidak lain diupayakan untuk dapat meningkatkan pendapatan petani dan memperluas kesempatan kerja bagi masyarakat pedesaan.
Usaha untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi tidak hanya memberikan nilai tambah untuk peningkatan pendapatan ekonomi rumah tangga para petani, tetapi juga sangat mendukung perluasan kesempatan kerja dan wirausahatani, pengembangan agribisnis, dan penyediaan pangan bergizi bagi penduduk (Rahmat Rukmana, 1994:12)
S. Hadibroto (1979 : 93) menyatakan bahwa :
” Tujuan Perusahaan adalah memperoleh pendapatan (laba atau keuntungan). Maka dari itu pentinglah masalah penetapan pendapatan dipandang dari semua unsur yang menentukan besarnya pendapatan tersebut. Salah satu unsur ialah biaya. Biaya merupakan korbanan ekonomi untuk berproduksi”. Selanjutnya Mubiyarto (1987 : 68) menyatakan pula bahwa petani membandingkan antara hasil yang diharapkan akan diterima pada waktu panen (penerimaan, revenue) dengan biaya (pengorbanan, cost) yang harus dikeluarkan.
Menurut Manulang (1975 : 178) secara umum dapat dikatakan bahwa elemen-elemen biaya produksi meliputi biaya bahan mentah, bahan pembantu, biaya tenaga kerja, biaya umum dan biaya penjualan.
”Prinsip yang penting dalam setiap petani dapat menguasai pengaturan biaya produksi usahataninya, tetapi tidak mampu mengatur harga komoditi tersebut. Harga ini ditentukan oleh faktor yang ada di luar negeri. Apabila keadaan lainnya tidak berubah, petani harus menguasai biaya persatuan komoditi yang dihasilkan bila ingin meningkatkan pendapatan bersih usahataninya (Sukartawi et al., 1986 : 2).
Sistem of Rice Intensification (SRI) / Acong organik salah satu cara dalam mengoptimalkan potensi tanaman; kemampuan tanah, fungsi air, juga teknik budidaya menjadi satu rangkaian sistem yang akan memberikan produktivitas lahan lebih baik, pertumbuhan yang normal pada masing-masing biomasa tanaman sangat berpengaruh pada struktur tanaman, apalagi didukung oleh fungsi tanah sebagai sebuah pabrik yang terus bekerja /bioreaktor. sehingga produksi SRI telah didapatkan hasil yang meningkat 32 % bahkan 2 kali lipat dari cara biasa (konvensional). Sehatnya tanah akan memberikan dukungan terhadap normalnya pertumbuhan tanaman yang pada gilirannya akan diperoleh makanan yang sehat, dengan kandungan karbohidrat tinggi, atau zat lainnya
Bibit padi ditanam tunggal secara satu persatu dengan umur pesemaian 5-7 hari. Bibit padi yang masih memiliki keping biji ini ditanam dangkal dengan akarnya diletakkan mendatar/leter L sehingga memudahkan tumbuhnya ruas, akar dan anakan. Dengan demikian semaian tidak memerlukan bibit padi yang banyak, cukup dengan 3-5 kg untuk 1 hektar sawah yang semula memerlukan 30 kg bibit, dan pembibitan dapat dilakukan dalam besek bambu atau pipiti /nampan/alas plastik utuk areal yang lebih luas sehingga memudahkan dalam pemindahannya. Karena penanaman tunggal para pemula seringkali arep-arepeun menunggu tumbuhnya tanaman dan munculnya anakan. Setelah sebulan berlalu baru mereka bisa melihat bahwa dengan cara SRI akar dan anakan tumbuh lebih kuat dan lebih banyak dari pada bibit yang ditanam tua dan banyak. Jarak tanam bibitpun cukup lebar, ada yang 30x30 cm, 40x40cm, bahkan ada yang 50x50cm. Jarak tanam yang renggang ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan pertumbuhan anakan dan sangat memudahkan pekerjaan pemeliharaan tanah, selain terhindar dari persaingan nutrisi, energi dan aktivitas perakaran.
Penggunaan kompos dalam cara SRI meningkatkan populasi mikroorganisme (Azospirillum, Azotobacter, Phosphobacteria, dll) dalam rhizosphere secara berlipat dibandingkan dengan cara konvensional. Lebih lanjut dapat dikemukakan pada cara konvensional populasi Azospirillum dalam akar hanya 65 ribu/mg memberikan 20 anakan dan hasilan 2 ton/ha, sementara dengan cara SRI / Acong organik yang menggunakan kompos populasi Azospirillum menjadi 1,5 juta/mg memberikan 80 anakan dan hasilan diatas 10 ton/ha. Adapun penggunaan pupuk NPK pada cara SRI justru menurunkan populasi Azospirillum dalam akar menjadi kurang dari 0,5 juta/mg sekalipun masih memberikan 70 anakan dan hasilan maksimum 9 ton/ha.
Sejalan dengan gagasan dan kondisi saat ini serta akibat yang telah ditimbulkan, maka budidaya model SRI / Acong organik adalah salah satu cara yang dapat ditawarkan dan dilakukan sebagai upaya perbaikan pada lahan /agro-ekosistem serta prilaku uahatani , SRI / Acong organik diartikan salah satu upaya budi daya padi seksama dengan management perakaran, yang berbasis pada pengelolaan tanah, tanaman dan air dengan mengutamakan berjalannya aliran energi dan siklus nutirisi untuk memperkuat suatu kesatuan agroekosistem.
Budidaya model SRI / Acong organik merupakan sistem produksi pertanian yang holistic dan terpadu, dengan mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agroekosistem secara alami, sehingga mampu menghasilkan pangan dan serat yang cukup berkualitas dan berkelanjutan, sehubungan dengan hal itu maka model pertanian SRI / Acong organik ini adalah salah satu pilihan untuk dibangun dan dikembangkan, karena penggunaan air yang hemat merupakan salah satu langkah dalam mengantisipasi krisis air.
Dari hasil kunjungan rombongan (Tim Silaturrahmi) Kantor Penyuluhan Pertanian dan Ketahanan Pangan ke beberapa desa dalam Kabupaten Aceh Barat Daya, di Triwulan IV Tahun 2009, ada indikasi keengganan masyarakat untuk berusahatani padi secara SRI / Acong organik, baik itu karena ketakutan akan serangan hama keong mas dan anjing tanah maupun kurang yakinnya mereka terhadap keberhasilan program ini.
B. Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan Pengembangan Tananam Padi Pola SRI / Acong organik di Lahan Kekurangan Air ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan padi pola Sri / Acong organik di Kecamatan Jeumpa dan sekaligus untuk memberikan keyakinan pada masyarakat tentang efektivitas dan efesiensi budidaya padi pola SRI / Acong organik yang pada gilirannya masyarakat tani lainnya akan mengikuti pola budidaya ini.
C. Hipotesa
1. diduga, budidaya padi pola SRI / Acong organik lebih menguntungkan bila dibandingkan dengan pola biasa yang dilakukan oleh masyarakat.
2. diduga, budidaya padi pola SRI / Acong organik layak untuk dikembangkan di Kecamatan Jeumpa bila ditinjau dari aspek ekonomi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Tanaman Padi
1. Botani Tanaman Padi
Kingdom : Phyta
Division : Spermatophyta
Sub Division : Angiospermae
Class : Monocotyledoneae
Orde : Graminales
Family : Gramineae
Genus : Oryza
Species : Oryza sativa L.
2. Syarat Tumbuh :
o Daerah dataran rendah s/d 1300 m dpl
o Beriklim panas dan lembab
o Curah hujan 1500 mm – 2000 mm/tahun
o Temperatur 20 – 370 C
o Tanah subur dg fraksi pasir, debu dan liat seimbang
o Tanah memiliki top soil 18-22 cm dg pH 4-7
o Berpangairan bagus
3. Benih
a. Varietas yang sudah teruji tahan terhadap hama dan penyakit baik varietas lokal maupun nasional
b. Rasanya enak, disenangi pasar dan harga jualnya tinggi
c. Varietas yang produksi dan produktifitasnya tinggi
d. Varietas yang umurnya pendek (genjah)
e. Varietas yang sesuai dengan iklim dan jenis lahan setempat
f. Benih Unggul Bermutu dan bersertifikat
g. Daya kecambah > 90%
h. Kebutuhan benih 5 – 7 kg/ha.
Untuk Kabupaten Aceh Barat Daya, varietas yang sesuai adalah : IR 66, IR 64, Mira-1, Pandan Wangi, Fatmawati, Sintanur, Ciherang dll.
4. Tempat Persemaian
Persemaian dapat dilakukan secara basah ataupun kering. Persemaian basah dilakukan pada lahan sawah yang telah dipersiapkan dan dialasi dengan plastik, karung goni atau tikar.
5. Penanaman
1) Tanam Muda
2) Tanam Tunggal (1 batang/bibit)
3) Tanam Dangkal
4) Tanam Jarang
5) Tanam Kering
6. Perawatan Tanaman
1. Penyisipan tanaman/bibit padi yang mati
2. Pengaturan air (Intermiiten)
3. Penyiangan rumput
4. Pengendalian hama dan penyakit tanaman
5. Pemupukan Susulan
B. Peluang Pengembangan SRI
1. Pangan
SRI / Acong organik salah satu cara dalam mengoptimalkan potensi tanaman; kemampuan tanah, fungsi air, juga teknik budidaya menjadi satu rangkaian sistem yang akan memberikan produktivitas lahan lebih baik, pertumbuhan yang normal pada masing-masing biomasa tanaman sangat berpengaruh pada struktur tanaman, apalagi didukung oleh fungsi tanah sebagai sebuah pabrik yang terus bekerja / bioreaktor.
2. Pekerjaan
Kegiatan budidaya SRI di beberapa daerah telah membangkitkan semangat berusahatani terutama keterlibatan para petani dalam penyediaan sarana yang digunakan dalam usahanya seperti : pengadaan bahan organik, pembuatan kompos, pengembangan Mikro Organisme Lokal dan pembuatan pestisida nabati yang langsung dikerjakan para petani sendiri.
3. Energi
Pengelolaan agroekosistem pada budidaya metoda SRI mengutamakan potensi alam lebih optimal (kearifan lokal), aktivitas biota dalam tanah didukung dengan upaya upaya mengintensifkan pengelolaannya yang diintegrasikan oleh penggunaan air sesuai dengan kebutuhan aktivitas pertanaman dan ekologi tanah.
4. Budaya
Kegiatan usahatani yang turun temurun adalah kekuatan budaya masyarakat di pedesaan namun demikian beberapa hal yang telah menjadi image/budaya terkadang memberikan dampak negatif seperti : tanaman padi yang sejak semai sampai panen harus terus digenang, beberapa perlakuan terhadap benih yang mau ditanamkan terjadi pengrusakan biomasa. SRI / Acong organik melakukan kebalikan dari apa yang telah dilakukan pada cara konvensional, sehinga dengan melaksankan pola SRI / Acong organik ini diharapkan kondisi tanaman berawal dari benih yang bernas, sehat tanpa ada kerusakan. Sehingga akan didapat sebuah budaya yang mengarah pada norma-norma saling menguntungkan dan berkesinambungan tanpa harus saling merusak dan bukan menghilangkan budaya persaingan yang bersifat merugikan.
5. Lingkungan
Keharmonisan lingkungan di berbagai ekosistem tercipta dari sebuah pemikiran dan tindakan yang dperbuat, pada gilirannya hidup sehat akan dirasakan di berbagai kehidupan ekosistem serta unsur-unsurnya. Sysem Of Rice Inensification dalam pengalamannya menawarkan sekaligus memberi oleh-oleh, dalam kurun waktu 7 tahun penerapan pengelolaan akar tanaman padi sehat yang mengintegrasikan pengelolaan tanah yang dijadikan sebuah pabrik, pengelolaan tanaman dengan menjaga dan mempertahankan potensi tumbuhnya serta pengelolaan air yang merupakan sumber energi, nutrisi lebih efisien dan efektif. Sebagai pendukung agar SRI / Acong organik mampu diterapkan para pelaku usahatanai
C. Pupuk Organik
Tanah-tanah pertanian dikatakan subur jika mengandung tiga bahan utama yang proporsional dan seimbang, yaitu pasir, liat dan bahan organik. Kebanyakan tanah-tanah pertanian khususnya sawah, kandungan bahan organik sudah sangat rendah. Peningkatan kandungan liat tanah disebabkan oleh tingkat pemakaian pupuk kimia yang cenderung semakin tinggi dari waktu ke waktu. Peningkatan rekomendasi pemakaian pupuk kimia (anorganik) sebagai konsekuensi keterbatasan kemampuan tanah menyediakan sendiri (self supply) unsur hara oleh tanah.
Pupuk Organik adalah suatu jenis pupuk yang diproduksi dari bahan-bahan organik yang tersedia di sekitar petani, terutama sebagai limbah pertanian. Pemanfaatan limbah pertanian sebagai bahan utama pembuatan pupuk organik memberi dampak ganda baik secara ekonomi maupun secara ekologi dan sosial. Dengan memanfaatkan limbah sebagai bahan baku utama pembuatan pupuk organik, dampak negatif tersebut di atas akan berkurang atau hilang sama sekali. Disisi lain limbah yang sudah dijadikan pupuk organik dapat bernilai ekonomi dan bermanfaat bagi tanah, tanaman, lingkungan dan kesehatan manusia.
Banyak cara dan proses pembuatan pupuk organik dari bahan limbah pertanian. Namun disini kita ambil beberapa cara sesuai dengan bahan baku utamanya.
III. LANGKAH KERJA DAN ANALISA BIAYA
A. Langkah Kerja
1. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Papan Nama, Hand Tractor, Cangkul, Garu, Parang, Hand Sprayer, Tali Rafia, Karung Goni, Tempat Persemaian Plastik, Caplak, alat Landak, Kayu, Terpal plastik dan lain-lain.
Bahan-bahan yang digunakan adalah : Benih Padi Mira I, Jerami, Kotoran ternak, Mineral, Dedak, Sekam Arang, Bioakrifator (EM4, Vermo, atau MOL).
2. Perlakuan Benih
Benih unggul bermutu, belum tentu menjamin bernasnya benih. Untuk memperoleh benih yang bernas, lakukan langkah-langkah berikut :
a. Sediakan air secukupnya dalam ember atau wadah lainnya.
b. Larutkan garam secukupnya dan masukkan telur ayam atau itik sampai mengapung
c. Keluarkan telur ayam/itik dan masukkan benih dalam air garam dan aduk
d. Buang benih yang mengapung dan ambil benih yang terbenam
e. Cuci benih dengan air bersih sampai larutan garam hilang
f. Masukkan benih dalam karung yang tembus air dan rendam selama 1 x 24 jam
g. Angkat benih dari perendaman dan tiriskan
h. Peram benih selama 1 x 24 lagi dan siap di semai ke tempat persemaian.
3. Membuat Tempat Persemaian
Persemaian dapat dilakukan secara basah ataupun kering. Persemaian basah dilakukan pada lahan sawah yang telah dipersiapkan dan dialasi dengan plastik, karung goni atau tikar.
3.1. Langkah-langkah pembuatan persemaian basah :
a. Siapkan lahan seluas 200 m2 untuk setiap 5-7 kg benih.
b. Buat bedeng sesuai ukuran plastik atau alas lain yang akan dipakai.
c. Tutup bedeng dengan plastik atau alas yang telah dipersiapkan
d. Taburkan tanah yang telah dicampur kompos 1:1 atau 1:2 setebal 2 cm
e. Siram media tanah/persemaian dengan menggunakan gembor
f. Sebar benih di atas tanah secara jarang dan merata
g. Jika menggunakan alas plastik yang tidak tembus air, media persemaian dapat dilakukan penyiraman setiap hari bila tidak turun hujan
h. Benih siap dipindahkan dan ditanam mulai umur 7 hari sampai 12 setelah persemaian
3.2. Langkah-langkah pembuatan Persemaian Kering :
a. Persemain kering dilakukan dalam besek, plastik wadah kurma, karung goni, kulit ayang pinang dll.
b. Siapkan besek atau wadah lainya sebanyak 500 – 700 buah atau secukupnya
c. Siapkan tanah yang telah dihancurkan dan campur dengan kompos dengan perbandingan 1:1 atau 1:2
d. Masukkan tanah kedalam besek setebal 2-3 cm
e. Siram dengan air sampai basah
f. Taburkan benih yang telah diperam secara merata dan jarang.
g. Atur dan tempatkan tempat persemaian di atas rak yang punya naungan atau balai-balai
h. Usahakan sinar matahari dapat mengenai seluruh tempat persemaian agar bibit padi tumbuh kuat dan hajau
i. Jaga kelembaban media dengan menyiram setiap hari jika perlu.
Pemindahan bibit ke lahan dianjurkan pada umur bibit 7 – 12 hari. Pemindahan/penanaman muda memiliki keuntungan :
a. Bibit tidak stress dan langsung tumbuh
b. Masih memiliki cadangan makanan pada butir padi di bagian akarnya
c. Pembentukan akar lebih banyak dan kuat
d. Anakan produktif lebih banyak dan
e. Potensi produksi lebih tinggi.
4. Persiapan Lahan
a. Pengolahan mengunakan traktor, hand traktor, bajak dan cangkul secara dalam (+ 30 cm)
b. Taburkan pupuk kompos 3-5 ton/ha pada saat pengolahan tanah.
c. Diamkan selama 7 hari agar tanah bagian bawah yang telah diolah terkena sinar matahari. Usahakan tanah dan kompos tidak tercuci pada saat hujan
d. Setelah 7 hari tanam dinjak-injak dengan kaki sambil membenamkan sisa tanaman dan rumput-rumputan
e. Lakukan penghancuran dan penggemburan sehingga terbentuk struktur lumpur yang sempurna lalu diratakan sebaik mungkin
f. Genangi lahan selama 7 hari agar semua reaksi anaerobik tanah dapat berlangsung sempurna.
g. Setelah 7 hari air dikeluarkan sampaik kondisi tanah macak-macak.
h. Buat bedengan dengan menggali parit disekeliling lahan dan antar bedeng 30 x 30 cm. Parit ini berfungsi untuk menjaga kelembaban lahan dan mengendalikan hama keong mas.
i. Buat larikan tanam dengan menggunakan caplak dengan ukuran jarak tanam 30 x 30 cm, 30 x 40 cm atau 40 x 40 cm.
j. Penanaman bibit dilakukan 1 (satu) bibit tiap titik/ lubang tanam
k. Ditanam dangkal dan membentuk huruf L
5. Perawatan Tanaman
Perawatan tanaman padi setelah penanaman, dilakukan sejak hari pertama setelah penanaman. Perawatan meliputi :
a. Penyisipan tanaman/bibit padi yang mati
Penyisipan tanaman dapat dilakukan sejak hari pertanam setelah selesainya penanaman seluruh bibit. Kemungkinan penyisipan terjadi akibat bibit padi diserang hama keong mas, mati atau adanya beberapa titik yang tidak tertanami. Bibit yang digunakan untuk penyisipan adalah bibit yang sejenis yang merupakan bibit sisa/ cadangan setelah penanaman.
b. Pengaturan air (Intermiiten)
Pengaturan air merupakan kunci sukses tidaknya penanaman padi dengan pola SRI/Acong. Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa padi bukanlah tanaman air, namun untuk pertumbuhan dan perkembangannya sangat dibutuhkan air. Karenanya sawah tidak perlu digenangi sepanjang waktu, tetapi disesuaikan dengan fase pertumbuhan dan kebutuhan air.
Pengaturan air di awal penanaman juga menentukan tingkat tinggi rendahnya serangan hama keong mas.
Berikut ini adalah jadwal kebutuhan air pada pertanaman padi.
Umur (hst) Kondisi Air di Persawahan
1 – 10
11 – 20
21 – 30
31 – 40
41 – 50
51 – 60
61 – 80
> 80 Macak-macak
Genangi sedalam 3-5 cm (penyiangan I)
Macak-macak
Genangi sedalam 3-5 cm (penyiangan II)
Macak-macak (penyetopan anakan)
Genangi 6-7 cm
Macak-macak
Genangi 5-7 cm sampai 10 hr menjelang panen
c. Penyiangan rumput
Penyiangan rumput dalam budidaya padi sehat dengan metode SRI/ Acong bukan hanya sekedar mencegah dan menghilangkan rumput dalam persawahan.
Penyiangan rumput menggunakan alat sederhana berupa landak atau alat mekanis berupa power rider. Penyiangan rumput dilaksanakan terutama pada saat tanaman berumur 15 hst dan 30 hst. Berikut ini gambar alat dan cara penyiangannya.
d. Pengendalian hama dan penyakit tanaman
Dalam budidaya padi sehat, prinsip utamanya adalah mengurangi dan menghilangkan penggunaan bahan-bahan kimia sebagai sarana produksinya. Karenanya dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman (HPT), konsep pengendalian hama terpadu (PHT) sebagai salah satu teknologi yang diadopsi.
Penggunaan pestisida yang dianjurkan dalam sistem budidaya padi sehat (organik) adalah pestisida nabati. Pestisida nabati ini dapat dihasilkan oleh petani sendiri dengan bahan baku yang mudah diperoleh di sekitarnya.
e. Pemupukan Susulan
Pemupukan susulan sangat diperlukan dalam budidaya padi sehat. Pemupukan susulan dilakukan setiap 10 hari sekali dan disesuaikan dengan kebutuhan dan pertumbuhan tanaman. Pemupukan dilakukan dengan menggunakan pupuk organik berupa mikro organisme lokal (MOL) dengan cara disemprotkan ke tanaman. MOL dapat dibuat sendiri dari bahan-bahan yang mudah didapat dan merupakan bahan limbah pertanian. MOL yang dibuat dan digunakan disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Dalam masa pertumbuhan vegetatif (1-40 hst), MOL yang digunakan adalah MOL untuk menghasilkan sebanyak mungkin anakan. MOL yang dipakai adalah MOL Sayuran, MOL Koeng Mas, MOL Rebung. Sedang dalam masa pertumbuhan (41-80 hst) digunakan MOL kates yang berfungsi menekan pertumbuhan vegetatif atau anakan. Proses pembuatan MOL dan cara penggunaannya akan dijelaskan dalam bagian berikut ini.
6. Pembuatan Pupuk Organik dari Jerami Padi
Jerami padi adalah bahan baku utama yang mudah dan murah di dapat petani sebagai limbah dari sisa panen padi.
a. Persiapan Tempat dan Bahan:
- Jerami padi, rumput, dan/atau bahan limbah tanaman lainnya sebanyak 100 kg.
- Pupuk kandang/kotoran ternak sebanyak 10 kg
- Mineral atau bahan campuran dedak dan abu sekam sebanyak 5 kg
- Bioaktifator (EM4, Vermo, atau MOL) sebanyak 1 liter .
- Siapkan tempat berupa Jambo atau pelindung agar terhindar dari hujan dan matahari langsung.
b. Proses Pembuatannya :
- Jerami atau bahan limbah tanaman dicencang/dirajang sehingga berukuran 5-10 cm
- Kotoran ternak dihaluskan
- Buat tumpukan jerami/bahan hijauan 10-20 cm
- Tambahkan diatasnya kotoran ternak setebal 2-3 cm secara merata.
- Tebarkan di atas kotoran ternak mineral secara merata juga
- Siram secara merata bahan lapisan dengan campuran bioaktifator dengan perbandingan 1 bagian biotifator dan 4 bagian air.
- Lapisi kembali di atasnya dengan bahan jerami, kotoran ternak, mineral dan siram kembali dengan bioaktifator/ mikro organisme lokal (MOL) seperti lapisan pertama.
- Buat tumpukan/lapisan dengan ketinggian 80-100 cm.
- Tutup bahan lapisan dengan plastik yang kedap udara dan air, sehingga suhu bahan tumpukan berkisar 40-500 C.
- Biarkan proses pelapukan berlangsung 5-7 hari.
- Setelah hari ketujuh, penutup dibuka dan bahan lapisan/ campuran di aduk merata.
- Kemudian ditutup kembali sampai hari ke 10 bahan sudah bisa dibiarkan terbuka dan diangin-anginkan sampai hari ke 15.
- Setelah hari ke 15, pupuk organik/kompos dapat dimasuk dalam karung dan sudah siap digunakan.
B. Metode Penerapan
1. Penentuan Calon Petani dan Calon Lahan (CP / CL)
Penentuan Calon Petani dan Calon Lahan (CP / CL) akan dilaksanakan pada Bulan Januari 2010. Target Luas Lahan 20 Ha (dua puluh hektar) dan jumlah petani disesuaikan dengan kepemilikan lahan di hamparan yang terpilih.
Penentuan Calon Petani dan Calon Lahan (CP / CL) didasarkan pada kelompok tani / anggota tani yang bekerja pada satu luas hamparan yang sama dengan kriteria sebagai berikut :
a. Lahan mempunyai pengairan teknis dengan debit air yang cukup.
b. Lahan merupakan satu hamparan yang tidak terpisah.
c. Petani yang dipilih adalah petani yang loyal terhadap pimpinan dan bersedia menerima anjuran dari pendamping atau petugas yang ditunjuk.
d. Petani bersedia mengikuti pelatihan dan melaksanakan petunjuk-petunjuk yang diberikan.
e. Petani yang bersedia bekerja keras untuk kesuksesan kegiatan ini.
2. Pelatihan dan Pendampingan
Pelatihan Petani akan dilaksanakan pada bulan Februari 2010. pelatihan yang dimaksud disini adalah pelatihan pembuatan pupuk kompos dan pelatihan budidaya pola SRI / Acong organik. Selain itu juga akan dilaksanakan praktek langsung ke lapangan, baik cara pengolahan / pembuatan pupuk kompos maupun cara budidaya padi pola SRI / Acong organik.
3. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Kampung Baru Kecamatan Jeumpa Kabupaten Aceh Barat Daya dari Bulan Februari sampai dengan Bulan Juli 2010. Luas lahan yang digunakan adalah 20 Ha (Dua puluh hektare).
C. Analisa Biaya
No Uraian Volume Harga Satuan (Rp) Jumlah (Rp)
1 Papan Nama 1 Unit 750.000 750.000
2 Hand Tractor (Sewa) 20 Ha 800.000 16.000.000
3 Tali Rafia 10 Glg 3.500 35.000
4 Karung Goni 2.000 Buah 2.000 4.000.000
5 Terpal Plastik 20 Meter 3.000 60.000
6 Caplak 5 buah 50.000 250.000
7 Landak 5 Buah 150.000 750.000
8 Benih Padi 140 KG 15.000 2.100.000
9 Jerami 1 Paket 500.000 500.000
10 Kotoran Ternak 1.400 Kg 1.000 1.400.000
11 Mineral 20 Kg 40.000 800.000
12 Dedak 4.000 Kg 500 2.000.000
13 Sekam Arang 400 Krg 2.500 1.000.000
14 Bioakrifator (EM4, Vermo, atau MOL). 1 Paket 355.000 355.000
15 Biaya Pendampingan ( 2 Org x 6 Bulan) 12 OB 1.000.000 12.000.000
16 Biaya Pelatihan Petani 2 Kali 4.000.000 8.000.000
Total 50.000.000
PENUTUP
Demikian proposal ini kami susun, dengan harapan dapat dikabulkan hendaknya, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan untuk kesempurnaan kerja selanjutnya. Akhirnya terima kasih yang tak terhingga kami haturkan pada semua pihak yang telah ikut membantu baik dalam penyusunan proposal maupun dalam pelaksanaan pekerjaan pengambangan budidaya padi pola SRI / Acong organik yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Hadibroto, S., 1997. Pengantar Ilmu Ekonomi Perusahaan. Ichtiar Baru, Jakarta.
Hasan Muslim, Pengaruh Tingkat Pemupukan Kompos (Organik) dan Jarak Tanam Padi Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi (Oriza Sativa L.) di Kabupaten Aceh Barat Daya, 2009
Manulang, M., 1975. Pengantar Ekonomi Perusahaan. Ghalia Indonesia, Jakarta.
Mubyarto, 1987. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES, Jakarta.
Rukmana, R.,1994. Bertanam Kangkung dan Bayam. Penerbit Kanisius, Jogjakarta.
Soekartawi et al., 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Universitas Indonesia, Jakarta.
Soekartawi, 1995. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia, Jakarta.
Sutaryat Alik, Sistem Pengelolaan Pertanian Ramah Lingkungan dengan Metoda System Of Rice Intensification (SRI), 2009