Tuesday, January 5, 2010

PENANGANAN PASCA PANEN CABE HIBRIDA

PENANGANAN PASCA PANEN CABE HIBRIDA

Capsicum Annum L

I. Pendahuluan

Tanaman cabe yang ditanam petani pada mulanya berkembang secara alami. Setelah itu, para pemulia tanaman mengembangkan dan memperbaikinya, baik melalui seleksi negatif maupun seleksi positif, dengan proses pembentukan karakteristik cabe. Untuk memenuhi permintaan cabe, baik kualitas maupun kuantitasnya, para ahli telah menciptakan cabe dengan keunggulan-keunggulan tertentu yang menguntungkan para petani sebagai produsen dan para konsumen. Cabe baru yang tercipta tersebut umumnya mampu berproduksi lebih tinggi dibandingkan dengan cabe biasa dan umurnya genjah (cepat dipanen). Jenis cabe seperti ini, baik cabe merah besar, cabe keriting, maupun cabe rawit, biasa disebut cabe hibrida.

Cabe hibrida dihasilkan melalui persilangan dua induk cabe yang merupakan galur murni dan memiliki sifat-sifat unggul. Hasil persilangan tersebut menurunkan efek heterosis dan memiliki sifat-sifat yang lebih unggul dibandingkan dengan kedua induknya.

II. Materi

Panen merupakan kegiatan akhir dari proses produksi di lapangan dan faktor penentu proses selanjutnya. Pemanenan dan penanganan pasca panen perlu dicermati untuk dapat mempertahankan mutu sehingga dapat memenuhi spesifikasi yang diminta konsumen. Penanganan yang kurang hati-hati akan berpengaruh terhadap mutu dan penampilan produk yang berdampak kepada pemasaran.

Pemanenan buah cabe di Indonesia umumnya dilakukan dengan tangan. Panen awal dan lamanya waktu panen tanaman cabe tergantung kepada jenis dan varietasnya, varietas berumur genjah, sedang atau dalam. Umumnya, varietas yang sama yang ditanam di dataran rendah dan dataran tinggi menunjukkan panen awal yang berbeda. Tanaman cabe yang ditanam di dataran rendah lebih cepat dipanen dibandingkan dengan tanaman cabe yang ditanam di dataran tinggi.

Frekuensi panen sangat tergantung kepada situasi lapangan. Namun secara umum pemanenan dilakukan 3 – 4 hari sekiali atau paling lambat seminggu sekali. Masa panen tergantung pada varietas cabe yang ditanam. Secara normal, frekuensi panen dapat dilakukan 12 – 20 kali sampai tanaman berumur 6 - 7 bulan. Selain varietas, masa panen cabe juga sangat tergantung kepada keadaan pertanaman dan perlakuan yang diberikan terhadap tanaman. Masa panen cabe rawit lebih lama dibandingkan dengan varietas cabe lainnya, tetapi tidak lebih dari 7 bulan.

Dalam praktek keseharian, para petani cabe tidak pernah melakukan penanganan pasca panen yang benar seperti sortasi dan grading. Kegiatan ini biasanya lebih banyak dilakukan oleh para pedagang di tingkat pengumpul.

Dalam pelaksanaan panen cabe hibrida, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai berikut :

1. Panen dilakukan pagi hari setelah ada sinar matahari.

2. Cara pemanenan buah cabe dilakukan dengan mengikutsertakan batang buahnya dan dijaga supaya tidak merusak ranting dan percabangan tanaman cabe.

3. Buah yang dipanen adalah yang benar-benar tua, tandanya buah berwarna merah, hijau kemerahan atau hitam kemerahan.

4. Saat panen langsung dilakukan sortasi, buah yang rusak atau kena hama langsung dipisahkan.

5. Kematangan cabe disesuaikan dengan permintaan, lama penyimpanan dan lamanya transportasi ke pasar.

6. Setelah dipanen, lakukan sortir awal. Buah cabe yang terkena penyakit, terutama cendawan dikubur dalam lubang atau dibakar supaya tidak menular ke buah dan tanaman lainnya.

Penanganan pasca panen cabe dikatakan hampir belum sepenuhnya dilaksanakan para petani karena terbatasnya pengetahuan dan fasilitas. Selain itu, kejelasan spesifikasi produk yang diinginkan konsumen tidak diketahui secara jelas oleh petani. Spesifikasi produk hanya diketahui oleh pedagang pengumpul. Keadaan ini menyebabkan daya tawar petani lebih rendah daripada daya tawar pedagang pengumpul.

Tidak semua buah cabe yang dipanen bisa dijual karena rusak. Kerusakan atau kehilangan hasil pasca panen tanaman cabe bisa disebabkan hama penyakit, kerusakan seara mekanis dan kerusakan fisik.

Kerusakan yang disebabkan hama penyakit merupakan bawaan dari lapangan. Hama penting yang sering merusak buah cabe di Indonesia di antaranya lalat buah (Bactrocera dorsalis Hend) dan ulat buah prodenia (Spodoptera Litura F). Sementara itu, penyakit yang sering menyerang buah cabe adalah antraknosa, Collectrchum nigrum, dan Phythopthora capsici.

Kerusakan secara mekanis, fisiologis dan fisik lebih sering disebabkan oleh pengelola yang kurang cermat dan hati-hati dalam penanganan pasca panen. Kerusakan mekanis paling dominan terjadi pada saat pemetikan, pengangkutan dari lapangan dan pengangkutan ke pasar, penanganan saat bongkar muat, serta tidak ada packaging atau wadah yang baik dalam pengangkutan dan cenderung menggunakan karung untuk mengangkutnya.

Keruskaan fisiologis terutama terjadi dalam cabe itu sendiri. Setelah pemetikan buah cabe akan cepat layu menuju ke arah senesence yaitu meningkatnya temperatur lingkungan akan memicu laju respirasi sebesar 2 – 3 kali, sehingga proses pembusukan terjadi lebih cepat.

Kerusakan fisik disebabkan adanya tekanan lingkungan, sengatan matahari, kelembaban tinggi dan temperatur tinggi. Keadaan seperti ini menyebabkan buah cabe akan lebih cepat membusuk.

Dalam penanganan pasca panen, ada beberapa hal yang harus dilakukan :

a. Sortasi dan Grading

Konsumen terutama pasar swalayan, restoran dan hotel lebih mengutamakan spesifikasi produk yang mereka inginkan dan untuk ini mereka berani membayar lebih besar jika dibandingkan dengan pasar tradisional (wet market). Penampilan produk yang seragam, baik ukuran panjang, diameter, bentuk, permukaan, warna, maupun kekerasan buah, akan memberikan penilaian yang lebih baik. Untuk itu diperlukan sortasi dan grading terhadap buah cabe yang diinginkan konsumen, baik rumah tangga, kelompok konsumen swalayan, restoran, hotel, industri pangan olahan tradisional maupun skala industri. Umumnya, sortasi dan grading dilakukan oleh pedagang pengumpul.

Sortasi terhadap warna menjadi hal yang sangat penting bagi konsumen. Karenanya harus ada upaya untuk menstabilkan warna cabe sebelum dikeringkan. Petani di Indonesia akan menghamparkan buah cabe yang sudah dipetik di tempat teduh, dengan tujuan untuk mencegah pembusukan sebelum dijual ke pasar. Tindakan seperti ini disebut curing yaitu mengondisikan buah cabe untuk dapat menyesuaikan dengan keinginan dari pasar.

b. Penyimpanan

Di Indonesia, cabe umumnya lebih banyak diperdagangkan dalam bentuk segar. Karena itu, para produsen dan pengelola komoditas cabe berupaya supaya cabe tetap kelihatan segar. Untuk itu diperlukan tindakan yang benar pada saat handling, pengemasan dan penyimpanan agar mutu tetap stabil dan bisa diterima konsumen dengan harga yang tinggi.

Setelah pemetikan, proses fisiologi tetap berjalan, tergantung pada situasi luar, seperti temperatur dan kelembaban. Proses fisiologi tetap dipertahankan tetapi lajunya harus dikurangi. Caranya dengan menekan tingkat respirasi, yaitu mengatur temperatur dan kelembaban udara di sekelilingnya dengan menempatkan produk dalam ruangan yang sistem udaranya terkendali. Selain laju respirasi, harus juga ditekan laju transpirasi yaitu proses penguapan dari buah cabe dengan cara meningkatkan kelembaban udara dan menurunkan temperatur, atau dengan menempatkan buah cabe dalam kemasan tertentu untuk mengurangi gerakan udara di sekeliling cabe.

c. Pengemasan

Pengemasan bertujuan untuk melindungi mutu produk cabe dari kerusakan mekanis, fisik dan fisiologi pada saat handling, pengangkutan dan bongkar muat. Kemasan yang ideal harus kuat, memiliki daya lindung yang tinggi terhadap kerusakan, mudah di-handle, aman dan ekonomis. Wadah kemasan dapat dibuat secara tradisional berupa keranjang bambu atau rotan, karung plastik polietilen dan kardus berventilasi. Para petani dan pedagang cabe untuk pasar tradisional biasanya mengemas cabe dengan karung plastik berlubang-lubang. Sementara itu, pasar swalayan menghendaki kemasan dalam kardus.

d. Pengangkutan

Transportasi memiliki peranan penting untuk memindahkan cabe dari lapangan ke tempat pengolahan (sertasi dan grading), kemudian ke pasar dan gudang. Selama proses pengangkutan perlu dicermati penanganannya.

Pengangkutan dengan truk konvensional seperti kendaraan bak terbuka berbeda dengan sistem non konvensional seperti kontainer dengan sistem udara terkendali. Pengangkutan dengan sistem non konvensional cabe relatif lebih aman dari kerusakan fisik, fisiologis maupun mekanis. Namun, pengangkutan dengan kontainer baru digunakan oleh perusahaan besar yang mendapat kontrak dengan pasar swalayan. Sementara itu, untuk pasar tradisional, buah cabe lebih sering diangkut dengan mobil bak terbuka.

e. Pemasaran

Pemasaran produk pertanian khususnya cabe masih belum memiliki kepastian, terutama harga. Saat ini, harga produk pertanian masih dipengaruhi oleh banyaknya suplai di pasar, musim dan event-event tertentu seperti hari raya keagamaan.

Jika suplai cabe di pasar terlalu banyak, harganya akan turun. Jika suplai sedikit harganya akan meningkat dari harga rata-rata. Faktor yang paling mempengaruhi harga cabe di pasaran adalah pengaruh musim.

III. Penutup

Demikian makalah ini penulis susun. Semoga bermanfaat baik bagi penulis sendiri maupun bagi para petani atau siapapun yang membutuhkan referensi tentang pengolahan pasca panen cabe. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan pada masa yang akan datang.


Sumber : Bertanam Cabe Hibrida Secara Insentif, Agromedia Pustaka, 2003.

2 comments:

  1. keren dan cukup informatif, memang betul bhw pentingnya penanganan pascapanen blm bgtu diphami dan diterapkan oleh petani kita

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima Kasih.. Sorry telat balas, udah dua tahun gak buka2 blog, semoga bermanfaat bagi semua..

      Delete

Putriku..

Putriku..
Saat pengambilan foto untuk Visa..

Putriku tercinta..

Putriku tercinta..

ponakan

ponakan
Keren..

Followers